BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sejauh
ini kita sudah banyak mengenal teori-teori belajar yang di terapkan oleh
beberapa ahli untuk mempermudah kita sebagai calon guru dalam menerapkan materi
bahasan kita kepada calon murid kita kelak, dan diantara teori-teori belajar
itu ada yang bernama TEORI BELAJAR
KOGNITIF VYGOTSKI dan TEORI HUMANISME.Dan kedua teori belajar inilah yang
akan kami coba bahas dalam makalah yang kami susun ini.
Teori belajar kognitif vygotski ini
dikenalkan kepada dunia olehLev Vygotsky (1896-1934) seorang psikolog berkebangsaan
Rusia, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sejalan dengan
teori sosiogenesis.Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu
berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa
individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan
pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan
sosial secara aktif pula.
Sedangkan
Teori Humasisme menurut (Sadulloh; 2008) adalah sebagai berikut “Peran guru dalam pembelajaran
humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didiknya dengan cara
memberikan motivasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan , menerapkan strategi pembelajaran yang membuat peserta didik aktif,
serta menyampaikan materinya pembelajaran yang sistematis”. Sesuai dengan
definisi diatas jadi aplikasi teori humanisme lebih menonjolkan kebebasan
setiap individu siswa atau siswi memahami materi pembelajaran untuk memperoleh
informasi/pengetahuan baru dengan caranya sendiri, selama proses
pembelajaran.dalam teori ini peserta didik berperan sebagai subjek didik, peran
guru dalam pembelajaran humanisme adalah fasilitator.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Mempelajari
Teori Belajar Kognitif Vygotsky
2. Mempelajari
kelemahan dan kelebihan Teori Belajar Kognitif Vygotsky
3. Mempelajari
Teori Humanisme
4. Mempelajari
kelemahan dan kelebihan Teori Humanisme
C. TUJUAN
PENYUSUNAN
1. Untuk
mengetahui Teori Belajar Kognitif Vygotsky
2. Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan Teori Belajar Kognitif Vygotsky
3. Untuk
mengetahui Teori Humanisme
4. Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan Teori Humanisme
D. MANFAAT
PENYUSUNAN
1. Untuk
mengetahui Teori Belajar Kognitif Vygotsky
2. Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan Teori Belajar Kognitif Vygotsky
3. Untuk
mengetahui Teori Humanisme
4. Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan Teori Humanisme
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY
1.
Teori Belajar Kognitif Vygotsky
Menurut
Lev Vygotsky (1896-1934) seorang psikolog berkebangsaan Rusia, perolehan
pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sejalan dengan teori
sosiogenesis. Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal
dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu
bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan
pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka
teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan
kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial
secara aktif pula.
Karya
Vygotsky didasarkan pada pada tiga ide utama, yiatu :
a.
intelektual berkembang pada saat
individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan
apa yang mereka ketahui;
b.
interaksi dengan orang lain memperkaya
perkembangan intelektual; dan
c.
utama guru adalah bertindak sebagai
seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
2.
Konsep-konsep Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky
a. ZONE OF PROXIMAL DEVELOPMENT
Vygotsky mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal (Zone Of Proximal
Development), yiatu :
"the distance between the
actual developmental level as determined by independent problem solving and the
level of potential development as determined through problem solving under
adult guidance, or in collaboration with more capable peers " (Fauzi,
2009).
Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat
dibedakan ke dalam dua tingkat yaitu, tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah
secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di
bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebayanya yang
lebih berkompeten. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal atau
yang kita kenal dengan Zone of Proximal
Development (ZPD). Konsep Vygotsky mengenai
ZPD dikemukakan oleh Yustiana
(2002, Saomah, 2011).
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada di
dalam proses pematangan. Kemampuan-kemampuan ini akan menjadi matang apabila
berinteraksi dengan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang
lebih berkompeten.
Berpijak pada konsep zona proksimal, maka sebelum
terjadi internalisasi atau sebelum kemampuan potensial terbentuk, anak perlu
dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
berkompeten perlu membantu dengan
berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan feedback, menarik kesimpulan, diskusi, dan sebagainya dalam rangka
perkembangan kemampuannya.
b. KONSEP
SCAFFOLDING
Teori Scaffolding pertama
kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif. Dia menggunakan istilah
untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar berbicara
melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki
struktur untuk belajar barbahasa. Scaffolding merupakan interaksi antara
orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan
sesuatu di luar usaha mandiri-nya. Cazden menyatakan bahwa “scaffolding
sebagai kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian”
(Budiningsih, 2008).
Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat
mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding
dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan
dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan
peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas.
Istilah scaffolding digunakan
pertama kali oleh Wood, dkk (Budiningsih, 2008), dengan pengertian “dukungan
pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar
yang tidak dapat diselesaikannya sendiri”. Pengertian dari Wood ini sejalan
dengan pengertian ZPD (Zone of
Proximal Development) dari Vygotsky. Peserta didik yang banyak tergantung
pada dukungan pembelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di luar daerah ZPD-nya, sedang peserta didik yang bebas
atau tidak tergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya.
Larkin (Cahyono, 2010) menyatakan bahwa scaffolding adalah salah
satu prinsip pembelajaran yang efektif yang memungkinkan para pembelajar untuk
mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing.
Penulis sendiri mendefinisikan scaffolding sebagai bantuan yang besar kepada seorang anak selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya
sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan
guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam
bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
3.
Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip
Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a. Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
c. Murid
aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
d. Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
e. Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur
pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
g. mencari
dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari
semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
4.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara
Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran
secara kontruktivisme adalah:
a.
Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b.
Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan
oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
c.
Menyokong pembelajaran secara koperatif
mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
d.
Mengambil kira dapatan kajian bagaimana
murid belajar sesuatu ide.
e.
Menggalakkan & menerima daya usaha
& autonomi murid.
f.
Menggalakkan murid bertanya dan
berdialog dengan murid & guru.
g.
Menganggap pembelajaran sebagai suatu
proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
h.
Menggalakkan proses inkuiri murid
melalui kajian dan eksperimen.
5.
Implementasi Konsep ZPD dan Scaffolding dalam Pembelajaran
Matematika
Berdasarkan teori Zone of Proximal Development dari
Vygotsky serta teori scaffolding dari
Bruner, proses
perubahan dari tahapan perkembangan aktual ke perkembangan potensial bisa
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan individu lain
yang mempunyai kemampuan lebih. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting
dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menunjang peningkatan
pemahaman siswa sehingga siswa mampu mencapai perkembangan potensialnya. Ketika
siswa telah mampu mencapai perkembangan potensialnya, maka siswa tersebut telah
mampu berpikir matematika tingkat tinggi.
Setelah
guru menyiapkan perencanaan pembelajaran dengan matang, selanjutnya guru mulai
mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
a.
Kegiatan Awal
1)
Guru mengkondisikan siswa untuk siap
memulai pembelajaran
2)
Guru melakukan apersepsi dan memberikan
motivasi kepada siswa
3)
Mengajukan suatu konteks permasalahan
b.
Kegiatan Inti
1)
Setelah siswa memahami konteks
permasalahan, kemudian siswa diberi lembar kegiatan
2)
Pada 15 menit pertama siswa diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan jawaban secara individual. Hal ini dimaksudkan
agar siswa dapat menelaah permasalahan yang diajukan
3)
Kemudian ±25menit selanjutnya siswa
diminta untuk menyelesaikan jawaban secara berkelompok heterogen (2-4 orang).
Hal ini dimaksudkan agar anak dapat berinteraksi dan saling bertukar pemikiran.
Secara tidak langsung dalam kegiatan ini intervensi dapat terjadi antara siswa
dengan siswa lain di dalam satu kelompok. Disamping itu, guru juga dapat
melakukan teknik scaffolding dengan
tepat selama proses kegiatan.
4)
Perwakilan kelompok mempresentasikan
hasil pekerjaan mereka
c.
Kegiatan Akhir
1)
Guru bersama siswa menyimpulkan materi
yang dipelajari
2)
Guru menutup pembelajaran
d.
Penilaian
Penilaian
prestasi aspek kognitif dilakukan melalui pemberian pre tes dan pos tes yang
harus dikerjakan oleh siswa pada awal tindakan dan akhir pelaksanaan tindakan.
Penilaian prestasi belajar aspek afektif pada pembelajaran ini dapat dilihat
dari kegiatan siswa ketika bekerja sama di dalam kelompok, keaktifan di dalam
kelpmpok serta keberanian bertanya dan menjawab.
6.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Belajar Vygotsky
a.
Kelebihan
1)
Anak memperoleh kesempatan yang luas
untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui
belajar dan berkembang.
2)
Pembelajaran perlu lebih di kaitkan
dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.
3)
Pembelajaran lebih diarahkan pada
penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada
kemampuan intramentalnya.
4)
Anak diberi kesempatan yang luas untuk
mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
procedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan
masalah.
b.
Kekurangan
1)
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan
ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai
pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.
B.
TEORI HUMANISME
1.
Pengertian Belajar Menurut Teori Humanisme
Aplikasi
teori humanisme lebih menonjolkan kebebasan setiap individu siswa/i memahami
materi pembelajaran untuk memperoleh informasi/pengetahuan baru dengan caranya
sendiri, selama proses pembelajaran. Dalam teori ini peserta didik berperan
sebagai subjek didik, peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah
fasilitator.
Peserta
Didik Dalam pembelajaran yang humanis ditempatkan sebagai pusat (central) dalam
aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman
belajarnya sendiri. Dengan demikian , peserta didik diharapkan mampu menemukan
potensinya dan mengembangkan potensi tersebut secara memaksimal. Peserta didik
bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri. Peserta didik menjadi aktif dan
tidak sekedar menerima informasi yang disampaikan oleh guru.
Peran
guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta
didiknya dengan cara memberikan motivasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan
, menerapkan strategi pembelajaran yang membuat peserta didik aktif, serta
menyampaikan materinya pembelajaran yang sistematis (Sadulloh; 2008).
Peran guru sebagai fasilitator adalah.
a. Memberi perhatian pada penciptaan
suasana awal pembelajaran,
b. Menciptakan suasana kelas yang
menyenangkan sehingga meningkatkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran
dengan cara menerapakan metode pembalajaran yang bervariasi,
c. Mengatur peserta didik agar bisa
berkomunikasi secara langsung secara aktif dengan antar teman selama proses
pembelajaran,
d. Mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang palin luas dan mudah dimanfaatkan para peserta
didik untuk membantu mencapai tujuan mereka,
e. Menempatkan diri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan peserta didik baik secara
individu maupun kelompok (guru dijadikan tempat untuk bertanya peserta didik
tanpa peserta didik merasa takut),
f. Menanggapi dengan baik
ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual (tidak penuh dengan kritikan sehingga memotifasi peserta didik
untuk mengekspresikan diri),
g. Bersikap hangat dan berusaha
memahami perasaan peserta didik ( berempati) dan meluruskan dianggap kurang
relevan dengan cara yang santun,
h. Dalam pembelajaran secara kelompok ,
dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok dan mencoba
mengungkapkan perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh peserta didik,
i.
Sebagai
seorang manusia yang tidak selalu sempurna , guru mau mengenali, mengakui dan
menerima keterbatasan-keterbatasan diri dengan cara mau dan senang hati
menerima pandangan yang lebih baik dari peserta didik.
2.
Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks
yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat,
teori keperibadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar
menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis.
Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan-manusia, maka teori
humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk
mendukung tercapainnya tujuan tersebut (Budiningsih, 2008).
Lebih lanjut Budiningsih (2008) mengatakan bahwa teori humanistik akan
sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang
lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan
selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori
humanistik ini Masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran
yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide,
konsep-konsep yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru
untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka
dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan,
penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat
evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Dalam
prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.
3.
Kelebihan Teori Humanisme
a.
Bersifat
pembentukan kepribadian,hati nurani,perubahan sikap,analisis
terhadapfenomenasocial.
b.
Siswa
merasa senang,berinisiatif dalam belajar.
c.
Guru
menerima siswa apa adanya,memahami jalan pikiran siswa
d.
Suasana
pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat,
kebebasanmengungkapkan gagasan.
e.
Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di
sekolah.
f.
Kemampuan
hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunyamempunyai
pandangan yang berbeda-beda.
4.
Kekurangan Teori Humanisme
a.
Bersifat
individual.
b.
Proses
belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan
yangmendukung.
c.
Sulit
diterapkan dalam konteks yang lebih praktis
d.
Peserta
didik kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka.KelebihanDalam pembelajaran pada teori ini, siswa dituntut untuk
berusaha agar lambat laun mampumencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan
kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang
aktif pula. Ada 2 konsep penting dari teori Vygotsky yaitu, Zone Of Proximal Development dan
konsep Scaffolding.
Teori Humanisme adalah teori yang memberikan kebebasan pada individu memahami materi pembelajaran untuk
memperoleh informasi/pengetahuan baru dengan caranya sendiri, selama proses
pembelajaran. Dalam teori ini peserta didik berperan sebagai subjek didik,
peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah fasilitator.
B. SARAN
Proses pembelajaran yang diberikan oleh guru harus
sesuai dengan tingkat perkembangan potensial siswa. Siswa seharusnya diberikan
tugas yang dapat membantu mereka untuk mencapai tingkat perkembangan
potensialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asri, Budiningsih. 2012. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Prof. Dr. H. Syamsu LN., M.Pd. 2007. Teori Kepribadian.
Bandung: Rosdakarya.
Prof. Dr. Suyono., M.Pd. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep
Belajar. Bandung: Rosdakarya.
0 Comments: