Tuesday, March 12, 2019

Jurnal Skripsi "Desain Bahan Ajar Perbandingan Berbasis Pemahaman Matematis"

DESAIN BAHAN AJAR PERBANDINGAN BERBASIS PEMAHAMAN MATEMATIS

Widiawati1), Cita Dwi Rosita, M.Pd2), Tri Nopriana, M.Pd3)
1)Mahasiswa FKIP Matematika Unswagati Cirebon; widiazevalova@gmail.com
2)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; citadwirosita@gmail.com
3)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; riatrinopriana@gmail.com

Abstrak

Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya kesulitan belajar (learning obstacle) dalam mempelajari materi perbandingan, khususnya yang bersifat epistimologis. Sebagai antisipasi agar learning obstacle yang sama tidak terulang kembali, maka dibuat suatu desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman matematis. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman matematis. Desain bahan ajar yang dibuat berupa modul perbandingan untuk kelas VII SMP/MTs. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian desain didaktis (Didactical Design Research) yang memiliki tiga tahapan, namun pada penelitian ini dibatasi hanya dua tahapan yaitu tahap analisis desain didaktis dan tahap metapedadidaktis. Hasil dari penelitian ini, ditemukan empat tipe learning obstacle dan modul yang disusun berdasarkan learning obstacle memiliki kriteria sangat valid serta sangat praktis untuk digunakan dalam berbagai aspek. Dengan demikian, desain bahan ajar berupa modul perbandingan dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.

Kata kunci : Learning Obstacle, Pemahaman Matematis, Perbandingan,
                       Didactical Design Research (DDR).

1.      Pendahuluan
Pada era globalisasi sekarang ini kehidupan manusia tidak pernah luput dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), seiring berjalannya waktu perkembangan IPTEK tersebut menjadi semakin pesat. Salah satu ilmu yang dapat melandasi pesatnya perkembangan IPTEK adalah ilmu matematika. Karena untuk menguasai dan menciptakan teknologi-teknologi baru di masa yang akan datang dibutuhkan kemampuan matematis semenjak dini. Hal inilah yang menyebabkan ilmu matematika harus sudah didapatkan seorang siswa dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu matematika adalah ilmu yang sangat penting yang harus dikuasai seseorang dalam kehidupan manusia khususnya pada perkembangan sains dan teknologi.
Kemampuan - kemampuan matematis yang harus dikembangkan oleh siswa dalam pembelajaran matematika yaitu pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, dan penalaran. Sebagaimana Hendriana dan Soemarmo (2014: 19) telah mengklasifikasikan kemampuan matematik dalam lima kompetensi utama, yaitu: “ pemahaman matematik (mathematical understanding), pemecahan masalah (mathematical problem solving), komunikasi matematik (mathematical communication), koneksi matematik (mathematical connection), dan penalaran matematik (mathematical reasoning)”. Terlihat dari klasifikasi tersebut, bahwa hal yang paling dasar yang harus dikuasai siswa adalah pemahaman matematis. Peneitian yang akan dilakukan penulis yaitu akan berfokus pada pengembangan kemampuan matematis siswa, namun bukan berarti kemampuan matematis yang lainnya tidak perlu dikembangkan.
Pemahaman pada dasarnya berasal dari kata “paham” yang mengandung makna “benar-benar mengerti” (Rosita, 2014). Pemahaman matematis adalah kemampuan siswa dalam mengenal, memahami serta menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang sederhana. Pemahaman matematis sangat penting bagi tujuan pembelajaran matematika, karena seorang siswa tidak hanya hafal konsepnya saja, namun harus dapat memahami dan menerapkan konsep tersebut. Serta dapat mengaitkannya dengan konsep yang lain dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, pemahaman matematika sangat penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika.
Pemahaman matematis siswa dapat diukur berdasarkan indikator-indikator. Dalam taksonomi Bloom (Hendriana dan Soemarmo, 2014: 19), pemahaman matematis memiliki indikator meliputi: “ mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika dengan benar pada kasus sederhana”. Dengan begitu tingkat pemahaman matematis siswa dapat dilihat berdasarkan ketuntasan pada indikator-indikator tersebut.
Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti masih terdapat indikasi yang menunjukkan siswa belum memiliki tingkat pemahaman sesuai dengan tingkat berpikirnya saat ini, seperti yang dialami siswa kelas VII di SMP pada materi perbandingan.  Kemudian, berdasarkan hasil kegiatan observasi yang dilakukan oleh Kharimah dan Musetyo (2013) kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi perbandingan yaitu: a) siswa masih belum mengerti apa yang dimaksud dengan pecahan senilai; b) siswa kesulitan mengidentifikasi ciri-ciri perbandingan berbalik nilai melalui pengamatan tabel pada kegiatan di lembar kerja siswa. Selanjutnya yaitu penelitian Valindra (2015) pada hasil identifikasi learning obstacle pada pembelajaran materi perbandingan senilai dan berbalik nilai, siswa tidak terlibat pada aksi-aksi yang membantu siswa untuk mengeksplor pikirannya dalam memaknai materi yang nantinya dapat membantu siswa lebih peka dalam menentukan bahwa suatu permasalahan itu termasuk kategori permasalahan perbandingan senilai atau berbalik nilai.
Dari hasil penelitian Kharimah dan Musetyo serta Valindra tersebut, tidak menutup kemungkinan adanya kesulitan-kesulitan belajar yang lain yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi perbandingan yang belum ditemukan. Kesulitan-kesulitan belajar tersebut dapat menjadi hambatan bagi siswa dalam mempelajari materi perbandingan. Kesulitan-kesulitan tersebut dikenal dengan learning obstacle. Menurut Brousseau (Sulistiawati, 2015: 2), learning obstacle dibagi menjadi tiga jenis yaitu “ ontogenical obstacle, didactical obstacle dan epistemological obstacle)”.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengidentifikasi learning obstacle khususnya pada hambatan epistimologis siswa dalam mempelajari materi perbandingan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodikin (2016), “bahan ajar yang disusun berdasarkan pertimbangan learning obstacle mampu meminimalisasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa”, maka dengan mengidentifikasi learning obstacle pada materi perbandingan disusunlah suatu desain pembelajaran yang dapat meminimalisasi learning obstacle tersebut. Desain pembelajaran tersebut, dikemas dalam sebuah modul  yang dirancang sesuai dengan teori pembelajaran serta mengacu pada learning obstacle yang telah ditemukan. Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Prastowo, 2015: 104), “ modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru”. Diharapkan dengan tersusunnya modul, dapat dijadikan alternatif yang dapat membantu siswa dalam mengatasi maupun mengantisipasi munculnya learning obstacle yang dialami mereka, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan pun dapat terwujud dengan optimal, serta dapat membantu siswa untuk belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman matematis.
2.      Metode Penelitian
2.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan desain penelitian menggunakan model penelitian desain didaktis. Fokus aktivitas dalam penelitian ini adalah mengkaji learning obstacle materi perbandingan yang kemudian menjadi dasar untuk merancang suatu desain didaktis yang dapat mengatasi learning obstacle tersebut.
Penelitian ini melibatkan SMP Negeri 2 Sliyeg dan SMP Negeri 4 Cirebon. Untuk mengetahui learning obstacle siswa tentang konsep perbandingan, peneliti memberikan soal kepada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sliyeg. Kemudian untuk uji coba terbatas bahan ajar materi perbandingan dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Cirebon.
2.2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian desain didaktis (Didactical Design Research). Menurut Suryadi (2013: 3) penelitian desain didaktis pada dasarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1)   analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa desain didaktis hipotesis termasuk ADP
2)   analisis metapedadidaktik
3)   analisis retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotasis dengan hasil analisis metapedadidaktik
Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua tahapan dari desain didaktis. Berikut akan dijelaskan tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian Didactical Design Research (DDR).
Tahap 1 : Analisis Situasi Didaktis
Tahap analisis situasi didaktis yaitu sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa desain didaktis hipotesis termasuk ADP analisis situasi didaktis.
a.          Menentukan materi bahan ajar yang akan dijadikan bahan penelitian dalam hal ini materi yang dipilih adalah materi perbandingan.
b.         Mencari data atau literature yang relevan tentang materi terkait materi perbandingan.
c.          Mempelajari dan menganalisis materi yang telah ditentukan.
d.         Mengembangkan instrumen learning obstacle dengan menyusun indikator kemampuan pemahaman matematis menurut Skemp dari setiap butir soal dan memuat soal-soal yang variatif yang dapat memunculkan learning obstacle pada materi perbandingan.
e.          Melakukan uji instrumen untuk mengidentifikasi learning obstacle terkait materi perbandingan kepada beberapa siswa kelas VII yang telah mempelajari materi perbandingan.
f.          Menganalisis hasil uji coba instrumen learning obstacle dengan menghitung persentase banyaknya siswa yang mampu mencapai indikator kemampuan pemahaman matematis.
g.         Membuat kesimpulan mengenai learning obstacle yang muncul berdasarkan hasil pengujian dengan mengaitkan konsep-konsep prasyarat.
h.         Membuat tabel antisipasi didaktis, untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul pada bahan ajar.
i.           Menyusun bahan ajar yang sesuai dengan tabel antisipasi didaktis.
j.           Bahan ajar yang telah disusun divalidasi oleh ahli.
Tahap 2 : Analisis Metapedadidaktik
Setelah bahan ajar dinyatakan valid, maka selanjutnya yaitu tahapan analisis metadidaktik. Tahapan analisis metadidaktik yaitu tahapan pada saat pembelajaran berlangsung.
a.          Memvalidasi bahan ajar yang telah disusun oleh validasi pengguna yaitu, guru dan siswa sebanyak 10 orang.
b.         Menyusun laporan.
3.      Hasil dan Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman matematis. Penelitian ini mengacu pada penelitian desain didaktis, tahap pertama adalah tahapan analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, pada tahap pertama diperoleh learning obstacle terkait materi perbandingan. Berdasarkan hasil uji coba soal pemahaman matematis, ditemukan learning obstacle yang dihadapi siswa terkait konsep-konsep yang ada dalam materi perbandingan, konsep yang ada pada materi prasyarat, membuat model matematika dari soal cerita, dan mengaitkan konsep persamaan linear satu variabel dan pengukuran dengan konsep perbandingan.
Leaning obstacle terkait konsep-konsep yang ada dalam materi perbandingan yang dialami oleh siswa terdapat pada pengerjaan nomor 1. Pengerjaan siswa untuk nomor 1, hampir seluruh siswa kurang sempurna dalam menuliskan jawaban akhirnya. Siswa sudah hafal konsep skala sebagai suatu perbandingan, akan tetapi jawaban siswa masih kurang sempurna dikarenakan terdapat beberapa siswa yang masih salah dalam merubah satuan cm menjadi km masih serta jawaban akhir masih dalam bentuk variabel, siswa belum merubah variabel ke dalam perintah soal yang ditanyakan. Cara dalam mengatasi berbagai learning obstacle tipe pertama yaitu siswa diingatkan kembali mengenai materi prasyarat konsep pengukuran yaitu merubah satuan cm menjadi km. Serta diberikan penjelasan untuk menyimpulkan hasil akhir yaitu mengaitkan hasil persamaan ke dalam perintah soal yang disajikan.
Leaning obstacle terkait konsep-konsep yang ada dalam materi perbandingan terdapat pada pengerjaan nomor 5 dan 7. Pengerjaan siswa pada soal nomor 5, Siswa mengalami kekeliruan dalam menafsirkan soal yaitu siswa belum dapat memahami konsep perbandingan senilai. Sedangkan, kesalahan siswa pada soal nomor 7 yaitu siswa belum dapat memahami konsep perbandingan berbalik nilai. Cara dalam mengatasi learning obstacle soal nomor 5 ini yaitu diberikan soal terkait konsep perbandingan senilai dan berbalik nilai.
Learning obstacle terkait dengan konsep yang ada pada materi prasyarat muncul dalam soal nomor 1, pada soal nomor 1 yaitu terdapat materi prasyarat yaitu konsep pengukuran. Kekeliruan yang dialami siswa dalam menjawab soal nomor 1 tersebut siswa yang masih salah dalam merubah satuan cm menjadi km serta jawaban akhir masih dalam bentuk variabel, siswa belum merubah variabel ke dalam perintah soal yang ditanyakan. Cara dalam mengatasi berbagai learning obstacle tipe kedua yaitu memberikan soal tentang konsep skala yang menuntut siswa untuk menggunakan konsep pengukuran pada modul.
Learning obstacle terkait dengan membuat model matematika dari soal cerita muncul dalam soal nomor 6 dan 8. Kesulitan siswa dalam mengerjakan soal nomor 6 dan 8 berkaitan merubah soal cerita ke dalam model matematika, yaitu terdapat beberapa siswa yang tidak dapat menafsirkan soal nomor 6 dan 8 dengan merubah soal nomor 6 dan 8 ke dalam model matematika kemudian menyelesaikannya. Kemudian, ada siswa yang sudah dapat merubah soal cerita ke dalam model matematika namun tidak dapat menyelesaikannya. Cara dalam mengatasi learning obstacle tipe ketiga ini yaitu siswa diingatkan kembali cara merubah soal cerita menjadi model matematika dan diingatkan kembali cara menyelesaikan sistem persamaan linear satu variabel.
Learning obstacle keempat terkait dengan mengaitkan konsep persamaan linear satu variabel dengan konsep perbandingan muncul dalam soal nomor 6 dan 8. Cara dalam mengatasi learning obstacle tersebut yaitu dengan menyajikan soal tentang perbandingan berbalik nilai yang dikaitkan dengan konsep persamaan linear satu variabel.
Setelah mengetahui learning obstacle yang dialami oleh siswa terhadap materi perbandingan, maka disusunlah sebuah desain bahan ajar yang meyajikan situasi dan antisipasi didaktis. Desain bahan ajar yang dibuat adalah sebuah modul perbandingan dengan menggunakan pemahaman matematis menurut Skemp dan materi yang disajikan pada modul menggunakan teori belajar Ausubel. Desain didaktis yang telah dibuat harus divalidasi oleh ahli, hal ini dilakukan agar bahan ajar yang telah disusun memiliki validitas tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Akbar (2013: 37). Sehingga desain didaktis tersebut dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Validasi modul dilakukan oleh empat ahli dalam bidang matematika, dalam menilai modul indikator-indikator yang dinilai berdasarkan prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan, tahapan teori Ausubel, kemampuan pemahaman matematis menurut Skemp, serta konten yang terdapat pada modul. Selain menilai modul, masing-masing ahli memberikan komentar atau masukan untuk perbaikan modul.
Selain menilai modul, masing-masing ahli memberikan komentar atau masukan untuk perbaikan modul. Kesimpulan komentar dari masing-masing ahli tersebut yaitu: memperbaiki tata tulis, memberi keterangan T1,T2, dan T3 pada tahapan belajar Ausubel, menambahkan soal yang lebih bervariasi pada setiap subbab, menambahkan pengertian perbandingan pada materi prasyarat, cara menyelesaikan perbandingan senilai dan berbalik nilai diselesaikan dengan dua cara.
Masukan yang diperoleh dari para ahli selanjutnya akan dijadikan acuan dalam memperbaiki modul yang telah disusun.
Berikut disajikan hasil validasi modul oleh masing-masing validator pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Validasi Modul
Validator
Nilai Validasi
Kriteria Validasi
Sangat valid
Cukup valid
Sangat valid
Cukup valid

Berdasarkan keseluruhan hasil validasi oleh ahli, diperoleh nilai 87,92 %  yang memiliki kriteria sangat valid.
Tahap selanjutnya setelah modul diperbaiki berdasarkan masukan dari para ahli, modul hasil revisi tersebut divalidasi oleh pengguna yaitu guru dan siswa. Validasi pengguna oleh guru dilakukan dengan cara pengisian angket praktikalitas. Sedangkan, validasi pengguna oleh siswa dilakukan dengan cara uji coba terbatas kepada 10 siswa kemudian dilakukan pengisian angket praktikalitas.
Lembar praktikalitas bahan ajar disusun berdasarkan contoh yang disajikan oleh Hamdunah (2015: 38). Di dalamnya meliputi kemudahan penggunaan, keefesienan waktu, dan manfaat.
Hasil penilaian guru terhadap modul perbandingan disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil perhitungan angket guru
No
Aspek penilaian
Jumlah skor
Nilai
1
Kemudahan Penggunaan
16
80,00 %
2
Efisiensi waktu
7
87,50 %
3
Manfaat
15
75,00 %
Rata-rata
80,83 %

Berdasarkan Tabel 2 bahwa modul perbandingan memiliki kriteria sangat praktis. Hal ini dapat dilihat dari aspek kemudahan penggunaan dan efisiensi waktu yang menghasilkan kriteria sangat praktis, sedangkan untuk aspek manfaat memiliki kriteria praktis. Sehingga  modul perbandingan sangat praktis untuk digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas.
Selanjutnya yaitu hasil pengisian angket praktikalitas oleh 10 siswa disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Angket Siswa
No
Aspek Penilaian
Siswa
Jumlah
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Kemudahan Penggunaan
17
16
15
16
17
17
16
16
17
18
165
82,50 %
2
Efisiensi waktu
11
8
8
10
10
8
8
8
9
12
92
76,67 %
3
Manfaat
14
12
13
13
14
13
12
12
13
14
130
81,25 %
Jumlah
387
80,14 %

Berdasarkan Tabel 3 terhadap pengisian angket praktikalitas oleh siswa menunjukkan bahwa modul perbandingan memiliki kriteria sangat praktis. Hal tersebut  dilihat dari berbagai aspek yang dinilai yaitu aspek kemudahan penggunaan, efisiensi waktu dan manfaat.
Penilaian dari aspek kemudahan penggunaan, menunjukkan bahwa modul perbandingan sangat praktis. Aspek efisiensi waktu modul perbandingan memiliki kriteria praktis. Serta aspek manfaat memiliki kriteria sangat praktis. Dapat disimpulkan bahwa modul perbandingan sangat praktis digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran.
4.      Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1.      Mencari learning obstacle melalui uji coba soal yang dikerjakan oleh 15 siswa SMP kelas VII.
2.      Mendesain bahan ajar sesuai learning obstacle yang telah ditemukan setelah hasil uji coba soal dianalisis. Learning Obstacle khususnya hambatan-hambatan epistimologis yang muncul dalam mempelajari materi perbandingan terbagi menjadi  4 tipe, yaitu.
Tipe 1: Learning Obstacle terkait konsep-konsep yang ada pada materi perbandingan
Tipe 2:  Learning Obstacle terkait konsep yang ada pada materi prasyarat.
Tipe 3: Learning Obstacle terkait membuat model matematika dari soal cerita.
Tipe 4: Learning Obstacle terkait mengaitkan konsep persamaan linear satu
             variabel dengan konsep perbandingan.
3.      Memvalidasi bahan ajar oleh ahli. Hasil validasi terhadap modul perbandingan yang telah dilakukan oleh empat ahli diperoleh persentase sebesar yang memiliki kriteria sangat valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa desain bahan ajar berupa modul perbandingan layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.
4.      Memvalidasi bahan ajar oleh pengguna. Desain didaktis berupa modul perbandingan dinyatakan layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran oleh para ahli, kemudian di validasi oleh pengguna. tujuan dari validasi pengguna adalah untuk mengetahui kepraktisan modul perbandingan. Dari hasil validasi pengguna yang dilakukan oleh guru, diiperoleh nilai 80,83 % artinya modul perbandingan dapat dikategorikan sangat praktis oleh guru. Sedangkan, dari hasil validasi pengguna yang dilakukan dengan uji terbatas terhadap 10 siswa, diperoleh nilai sebesar 80,14 % artinya modul perbandingan dapat dikategorikan sangat praktis oleh siswa. Dari dua hasil uji praktikalitas ini menunjukkan bahwa bahan ajar berbasis soal-soal pemahaman matematis sangat praktis digunakan dalam pembelajaran matematika pada materi perbandingan.
4.2.      Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya, disarankan hal-hal berikut.
1.    Penelitian yang telah dilakukan terkait learning obstacle menggunakan sampel yang sedikit. Oleh karena itu untuk pengembangan penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk menganalisis learning obstacle lebih luas dan mengambil sampel yang berbeda. Sehingga learning obstacle yang diperoleh beragam.
2.    Desain bahan ajar berupa modul perbandingan pada penelitian ini, penulis hanya melakukan uji terbatas kepada 10 siswa. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk mengimplementasikan modul ini untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan modul saat pembelajaran di kelas.
3.    Penelitian ini dapat terus dikembangkan dengan melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap instrumen dan bahan ajar. Sehingga hasil dari penelitian selanjutnya akan diperoleh lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Hamdunah. (2015). Praktikalitas Pengembangan Modul Kontruktivisme dan Website pada Materi Lingkaran dan Bola. Lemma, Vol II No. 1.
Hendriana, H dan Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: Refika Aditama.
Rosita, dkk. (2014). Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Mahasiswa pada Matakuliah Aljabar Linear 1. Jurnal Euclid, Vol.1, No.2.
Sodikin, dkk. (2016). Desain Didaktis Konsep Luas Daerah dan Volume Benda Putar dalam Pembelajaran Matematika SMA. Jurnal FKIP Unswagati: Tidak Diterbitkan.
Sulistiawati, Suryadi, D., dan Fatimah, S., (2015). Desain Didaktis Penalaran Matematis untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan Volume Limas. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif Kreano 6 (2) Hal 135-146. Semarang: UNNES.
Suryadi, Didi. (2013). Didactical Research (DDR) Dalam Mengembangkan Pembelajaran Matematika. Prosiding. FMIPA UPI.

Valindra, Desi. (2015). Desain Didaktis Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai pada Siswa SMP Ditinjau dari Learning Obstacle dan Learning Trajectory. Skripsi Sarjana di FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Previous Post
Next Post

Seorang lulusan sarjana pendidikan yang sekarang menjadi pengajar di salah satu satuan pendidikan dan seorang guru les di salah satu instansi. Serta sekarang mulai mejadi blogger.

0 Comments: