Widiawati1),
Cita Dwi Rosita, M.Pd2), Tri Nopriana, M.Pd3)
1)Mahasiswa FKIP Matematika Unswagati Cirebon; widiazevalova@gmail.com
2)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; citadwirosita@gmail.com
3)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; riatrinopriana@gmail.com
1)Mahasiswa FKIP Matematika Unswagati Cirebon; widiazevalova@gmail.com
2)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; citadwirosita@gmail.com
3)Dosen FKIP Matematika Unswagati Cirebon; riatrinopriana@gmail.com
Abstrak
Latar belakang dari penelitian ini
adalah adanya kesulitan belajar (learning obstacle) dalam
mempelajari materi perbandingan, khususnya yang bersifat epistimologis. Sebagai
antisipasi agar learning obstacle
yang sama tidak terulang kembali,
maka dibuat suatu desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman
matematis. Oleh karena
itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan
berbasis pemahaman matematis. Desain bahan ajar yang dibuat berupa modul perbandingan untuk kelas VII SMP/MTs. Desain penelitian yang
digunakan adalah penelitian desain didaktis (Didactical
Design Research) yang memiliki tiga
tahapan, namun pada penelitian ini dibatasi hanya dua tahapan yaitu tahap
analisis desain didaktis dan tahap metapedadidaktis. Hasil dari penelitian ini, ditemukan empat tipe learning obstacle dan modul yang disusun
berdasarkan learning obstacle
memiliki kriteria sangat valid serta
sangat praktis
untuk digunakan dalam berbagai
aspek. Dengan demikian,
desain bahan ajar
berupa modul perbandingan dapat digunakan dalam proses pembelajaran di
kelas.
Kata kunci
: Learning Obstacle, Pemahaman Matematis, Perbandingan,
Didactical Design Research (DDR).
1.
Pendahuluan
Pada
era globalisasi sekarang ini kehidupan manusia tidak pernah luput dari
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), seiring berjalannya waktu
perkembangan IPTEK tersebut menjadi semakin pesat. Salah satu ilmu yang dapat
melandasi pesatnya perkembangan IPTEK adalah ilmu matematika. Karena untuk
menguasai dan menciptakan teknologi-teknologi baru di masa yang akan datang
dibutuhkan kemampuan matematis semenjak dini. Hal inilah yang menyebabkan ilmu
matematika harus sudah didapatkan seorang siswa dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Oleh karena itu matematika adalah ilmu yang sangat penting
yang harus dikuasai seseorang dalam kehidupan manusia khususnya pada
perkembangan sains dan teknologi.
Kemampuan
- kemampuan matematis yang harus dikembangkan oleh siswa dalam pembelajaran
matematika yaitu pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, dan
penalaran. Sebagaimana Hendriana dan Soemarmo (2014: 19) telah
mengklasifikasikan kemampuan matematik dalam lima kompetensi utama, yaitu: “
pemahaman matematik (mathematical
understanding), pemecahan masalah (mathematical
problem solving), komunikasi matematik (mathematical
communication), koneksi matematik (mathematical
connection), dan penalaran matematik (mathematical
reasoning)”. Terlihat dari klasifikasi tersebut, bahwa hal yang paling
dasar yang harus dikuasai siswa adalah pemahaman matematis. Peneitian yang akan
dilakukan penulis yaitu akan berfokus pada pengembangan kemampuan matematis
siswa, namun bukan berarti kemampuan matematis yang lainnya tidak perlu
dikembangkan.
Pemahaman pada dasarnya berasal dari
kata “paham” yang mengandung makna “benar-benar mengerti” (Rosita, 2014).
Pemahaman matematis adalah kemampuan siswa dalam mengenal, memahami serta
menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika dalam menyelesaikan
permasalahan matematika yang sederhana. Pemahaman matematis sangat penting bagi
tujuan pembelajaran matematika, karena seorang siswa tidak hanya hafal
konsepnya saja, namun harus dapat memahami dan menerapkan konsep tersebut.
Serta dapat mengaitkannya dengan konsep yang lain dalam menyelesaikan
permasalahan matematika. Oleh karena itu, pemahaman matematika sangat penting
untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika.
Pemahaman
matematis siswa dapat diukur berdasarkan indikator-indikator. Dalam taksonomi
Bloom (Hendriana dan Soemarmo, 2014: 19), pemahaman matematis memiliki
indikator meliputi: “ mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide
matematika dengan benar pada kasus sederhana”. Dengan begitu tingkat pemahaman
matematis siswa dapat dilihat berdasarkan ketuntasan pada indikator-indikator
tersebut.
Namun pada
kenyataannya berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti masih
terdapat indikasi yang menunjukkan siswa belum memiliki tingkat pemahaman
sesuai dengan tingkat berpikirnya saat ini, seperti yang dialami siswa kelas
VII di SMP pada materi perbandingan.
Kemudian, berdasarkan hasil kegiatan observasi yang dilakukan oleh Kharimah dan Musetyo
(2013) kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi perbandingan
yaitu: a) siswa masih belum mengerti apa yang
dimaksud dengan pecahan senilai; b) siswa kesulitan mengidentifikasi
ciri-ciri perbandingan berbalik nilai melalui pengamatan tabel pada kegiatan di
lembar kerja siswa. Selanjutnya yaitu penelitian Valindra (2015) pada hasil identifikasi learning obstacle pada pembelajaran
materi perbandingan senilai dan berbalik nilai, siswa tidak terlibat pada
aksi-aksi yang membantu siswa untuk mengeksplor pikirannya dalam memaknai
materi yang nantinya dapat membantu siswa lebih peka dalam menentukan bahwa
suatu permasalahan itu termasuk kategori permasalahan perbandingan senilai atau
berbalik nilai.
Dari
hasil penelitian Kharimah dan Musetyo serta Valindra tersebut, tidak menutup
kemungkinan adanya kesulitan-kesulitan belajar yang lain yang dialami oleh
siswa dalam mempelajari materi perbandingan yang belum ditemukan.
Kesulitan-kesulitan belajar tersebut dapat menjadi hambatan bagi siswa dalam
mempelajari materi perbandingan. Kesulitan-kesulitan tersebut dikenal dengan learning obstacle. Menurut Brousseau (Sulistiawati, 2015: 2), learning obstacle dibagi menjadi tiga jenis yaitu “ ontogenical obstacle, didactical obstacle dan epistemological obstacle)”.
Berdasarkan permasalahan tersebut,
penulis tertarik untuk mengidentifikasi learning
obstacle
khususnya pada hambatan epistimologis siswa dalam mempelajari materi
perbandingan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodikin (2016), “bahan
ajar yang disusun berdasarkan pertimbangan learning
obstacle mampu meminimalisasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa”,
maka dengan mengidentifikasi learning
obstacle pada materi perbandingan disusunlah suatu desain pembelajaran yang
dapat meminimalisasi learning obstacle
tersebut. Desain pembelajaran tersebut, dikemas dalam sebuah modul yang dirancang sesuai dengan teori pembelajaran serta
mengacu pada learning obstacle yang
telah ditemukan. Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan
Bahan Ajar (Prastowo, 2015: 104), “ modul diartikan sebagai sebuah buku yang
ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa
atau dengan bimbingan guru”. Diharapkan dengan tersusunnya modul, dapat
dijadikan alternatif yang dapat membantu siswa dalam mengatasi maupun
mengantisipasi munculnya learning obstacle yang dialami mereka, sehingga
tujuan pembelajaran yang diharapkan pun dapat terwujud dengan optimal, serta dapat membantu siswa untuk
belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan berbasis pemahaman
matematis.
2.
Metode
Penelitian
2.1. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dan desain penelitian menggunakan model penelitian
desain didaktis. Fokus aktivitas dalam penelitian ini adalah mengkaji learning
obstacle materi perbandingan yang kemudian menjadi dasar untuk merancang
suatu desain didaktis yang dapat mengatasi learning obstacle tersebut.
Penelitian ini
melibatkan SMP Negeri 2 Sliyeg dan SMP Negeri 4 Cirebon. Untuk mengetahui learning
obstacle siswa tentang konsep perbandingan, peneliti memberikan soal kepada
siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sliyeg. Kemudian untuk uji coba terbatas bahan
ajar materi perbandingan dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Cirebon.
2.2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian
desain didaktis (Didactical Design Research).
Menurut Suryadi (2013: 3) penelitian desain didaktis pada dasarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1) analisis
situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa desain didaktis
hipotesis termasuk ADP
2) analisis
metapedadidaktik
3) analisis
retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis
hipotasis dengan hasil analisis metapedadidaktik
Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua
tahapan dari desain didaktis. Berikut akan dijelaskan tahapan-tahapan yang
dilaksanakan dalam penelitian Didactical Design Research (DDR).
Tahap
1 : Analisis Situasi Didaktis
Tahap
analisis situasi didaktis yaitu sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa
desain didaktis hipotesis termasuk ADP analisis situasi didaktis.
a.
Menentukan materi bahan
ajar yang akan dijadikan bahan penelitian dalam hal ini materi yang dipilih
adalah materi perbandingan.
b.
Mencari data atau literature yang relevan tentang materi
terkait materi perbandingan.
c.
Mempelajari dan
menganalisis materi yang telah ditentukan.
d.
Mengembangkan instrumen learning obstacle dengan menyusun
indikator kemampuan pemahaman matematis menurut Skemp dari setiap butir soal
dan memuat soal-soal yang variatif yang dapat memunculkan learning obstacle pada materi perbandingan.
e.
Melakukan uji instrumen
untuk mengidentifikasi learning obstacle
terkait materi perbandingan kepada beberapa siswa kelas VII yang telah
mempelajari materi perbandingan.
f.
Menganalisis hasil uji coba instrumen learning obstacle dengan menghitung persentase banyaknya siswa yang
mampu mencapai indikator kemampuan pemahaman matematis.
g.
Membuat kesimpulan mengenai learning obstacle yang muncul berdasarkan hasil pengujian dengan
mengaitkan konsep-konsep prasyarat.
h.
Membuat tabel antisipasi didaktis, untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul pada bahan
ajar.
i.
Menyusun bahan ajar yang sesuai dengan tabel antisipasi
didaktis.
j.
Bahan ajar yang telah disusun divalidasi oleh ahli.
Tahap
2 : Analisis Metapedadidaktik
Setelah bahan ajar dinyatakan valid, maka selanjutnya yaitu
tahapan analisis metadidaktik. Tahapan analisis metadidaktik yaitu tahapan pada
saat pembelajaran berlangsung.
a.
Memvalidasi bahan ajar yang telah disusun oleh validasi
pengguna yaitu, guru dan siswa sebanyak 10 orang.
b.
Menyusun laporan.
3. Hasil dan Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mendeskripsikan bagaimana desain bahan ajar materi perbandingan berbasis
pemahaman matematis.
Penelitian ini mengacu pada penelitian desain didaktis, tahap pertama adalah
tahapan analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, pada tahap pertama
diperoleh learning obstacle terkait
materi perbandingan. Berdasarkan
hasil uji coba soal pemahaman matematis,
ditemukan learning obstacle yang
dihadapi siswa terkait konsep-konsep yang ada dalam
materi perbandingan, konsep yang ada pada materi prasyarat, membuat model
matematika dari soal cerita, dan mengaitkan konsep persamaan linear satu
variabel dan pengukuran dengan konsep perbandingan.
Leaning obstacle terkait konsep-konsep yang ada dalam materi perbandingan
yang dialami oleh siswa terdapat pada pengerjaan nomor 1. Pengerjaan siswa
untuk nomor 1, hampir seluruh siswa kurang sempurna dalam menuliskan jawaban
akhirnya. Siswa sudah hafal konsep skala sebagai suatu perbandingan, akan
tetapi jawaban siswa masih kurang sempurna dikarenakan terdapat beberapa siswa
yang masih salah dalam merubah satuan cm menjadi km masih serta jawaban akhir
masih dalam bentuk variabel, siswa belum merubah variabel ke dalam perintah
soal yang ditanyakan. Cara
dalam mengatasi berbagai learning obstacle tipe pertama yaitu siswa diingatkan
kembali mengenai materi prasyarat konsep pengukuran yaitu merubah satuan cm
menjadi km. Serta diberikan penjelasan untuk menyimpulkan hasil akhir yaitu
mengaitkan hasil persamaan ke dalam perintah soal yang disajikan.
Leaning obstacle terkait konsep-konsep yang ada dalam
materi perbandingan terdapat pada pengerjaan nomor 5 dan 7. Pengerjaan siswa
pada soal nomor 5, Siswa mengalami kekeliruan dalam menafsirkan soal yaitu
siswa belum dapat memahami konsep perbandingan senilai. Sedangkan, kesalahan
siswa pada soal nomor 7 yaitu siswa belum dapat memahami konsep perbandingan
berbalik nilai. Cara dalam mengatasi learning
obstacle soal nomor 5 ini yaitu diberikan soal terkait konsep perbandingan
senilai dan berbalik nilai.
Learning obstacle terkait dengan konsep yang ada pada materi prasyarat muncul
dalam soal nomor 1, pada soal nomor 1 yaitu terdapat materi prasyarat yaitu
konsep pengukuran. Kekeliruan yang dialami siswa dalam menjawab soal nomor 1
tersebut siswa yang masih salah dalam merubah satuan cm menjadi km serta
jawaban akhir masih dalam bentuk variabel, siswa belum merubah variabel ke
dalam perintah soal yang ditanyakan. Cara dalam mengatasi berbagai learning
obstacle tipe
kedua yaitu memberikan soal tentang konsep skala yang menuntut siswa untuk
menggunakan konsep pengukuran pada modul.
Learning obstacle terkait dengan membuat model
matematika dari soal cerita muncul dalam soal nomor 6 dan 8. Kesulitan siswa
dalam mengerjakan soal nomor 6 dan 8 berkaitan merubah soal cerita ke dalam
model matematika, yaitu terdapat beberapa siswa yang tidak dapat menafsirkan
soal nomor 6 dan 8 dengan merubah soal nomor 6 dan 8 ke dalam model matematika
kemudian menyelesaikannya. Kemudian, ada siswa yang sudah dapat merubah soal
cerita ke dalam model matematika namun tidak dapat menyelesaikannya. Cara dalam
mengatasi learning obstacle tipe
ketiga ini yaitu siswa diingatkan kembali cara merubah soal cerita menjadi
model matematika dan diingatkan kembali cara menyelesaikan sistem persamaan linear
satu variabel.
Learning obstacle keempat terkait dengan mengaitkan
konsep persamaan linear satu variabel dengan konsep perbandingan muncul dalam
soal nomor 6 dan 8. Cara dalam mengatasi learning obstacle tersebut yaitu
dengan menyajikan soal tentang perbandingan berbalik nilai yang dikaitkan
dengan konsep persamaan linear satu variabel.
Setelah mengetahui learning
obstacle yang dialami oleh siswa terhadap materi perbandingan, maka
disusunlah sebuah desain bahan ajar yang meyajikan situasi dan antisipasi
didaktis. Desain bahan ajar yang dibuat adalah sebuah modul perbandingan dengan
menggunakan pemahaman matematis menurut Skemp dan materi yang disajikan pada
modul menggunakan teori belajar Ausubel. Desain didaktis yang telah dibuat
harus divalidasi oleh ahli, hal ini dilakukan agar bahan ajar yang telah
disusun memiliki validitas tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Akbar (2013:
37). Sehingga desain didaktis tersebut dapat digunakan dalam proses
pembelajaran di kelas. Validasi modul dilakukan oleh empat ahli dalam bidang
matematika, dalam menilai modul indikator-indikator yang dinilai berdasarkan
prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan, tahapan teori Ausubel, kemampuan
pemahaman matematis menurut Skemp, serta konten yang terdapat pada modul. Selain menilai modul, masing-masing
ahli memberikan komentar atau masukan untuk perbaikan modul.
Selain menilai modul, masing-masing
ahli memberikan komentar atau masukan untuk perbaikan modul. Kesimpulan
komentar dari masing-masing ahli tersebut yaitu: memperbaiki tata tulis,
memberi keterangan T1,T2, dan T3 pada tahapan belajar Ausubel, menambahkan soal
yang lebih bervariasi pada setiap subbab, menambahkan pengertian perbandingan
pada materi prasyarat, cara menyelesaikan perbandingan senilai dan berbalik
nilai diselesaikan dengan dua cara.
Masukan yang diperoleh dari para
ahli selanjutnya akan dijadikan acuan dalam memperbaiki modul yang telah
disusun.
Berikut disajikan hasil validasi
modul oleh masing-masing validator pada Tabel 1.
Tabel 1.
Hasil Validasi Modul
Validator
|
Nilai Validasi
|
Kriteria Validasi
|
Sangat valid
|
||
Cukup valid
|
||
Sangat valid
|
||
Cukup valid
|
Berdasarkan keseluruhan hasil
validasi oleh ahli, diperoleh nilai 87,92 %
yang memiliki kriteria sangat valid.
Tahap selanjutnya setelah modul
diperbaiki berdasarkan masukan dari para ahli, modul hasil revisi tersebut
divalidasi oleh pengguna yaitu guru dan siswa. Validasi pengguna oleh guru
dilakukan dengan cara pengisian angket praktikalitas. Sedangkan, validasi
pengguna oleh siswa dilakukan dengan cara uji coba terbatas kepada 10 siswa kemudian
dilakukan
pengisian angket praktikalitas.
Lembar
praktikalitas bahan ajar disusun berdasarkan contoh yang disajikan oleh Hamdunah (2015: 38). Di dalamnya meliputi
kemudahan penggunaan, keefesienan waktu, dan manfaat.
Hasil penilaian
guru terhadap modul perbandingan disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil perhitungan angket guru
No
|
Aspek penilaian
|
Jumlah skor
|
Nilai
|
1
|
Kemudahan Penggunaan
|
16
|
80,00 %
|
2
|
Efisiensi waktu
|
7
|
87,50 %
|
3
|
Manfaat
|
15
|
75,00 %
|
Rata-rata
|
80,83 %
|
Berdasarkan Tabel 2 bahwa modul perbandingan memiliki kriteria sangat praktis. Hal
ini dapat dilihat dari aspek kemudahan penggunaan dan efisiensi waktu yang
menghasilkan kriteria sangat praktis, sedangkan untuk aspek manfaat memiliki
kriteria praktis. Sehingga modul
perbandingan sangat praktis untuk digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar di kelas.
Selanjutnya yaitu hasil pengisian angket praktikalitas
oleh 10 siswa disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Angket Siswa
No
|
Aspek Penilaian
|
Siswa
|
Jumlah
|
Nilai
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||||
1
|
Kemudahan Penggunaan
|
17
|
16
|
15
|
16
|
17
|
17
|
16
|
16
|
17
|
18
|
165
|
82,50 %
|
2
|
Efisiensi waktu
|
11
|
8
|
8
|
10
|
10
|
8
|
8
|
8
|
9
|
12
|
92
|
76,67 %
|
3
|
Manfaat
|
14
|
12
|
13
|
13
|
14
|
13
|
12
|
12
|
13
|
14
|
130
|
81,25 %
|
Jumlah
|
387
|
80,14 %
|
Berdasarkan Tabel 3 terhadap pengisian angket praktikalitas oleh
siswa menunjukkan bahwa modul perbandingan memiliki kriteria sangat praktis.
Hal tersebut dilihat dari berbagai aspek
yang dinilai yaitu aspek kemudahan penggunaan, efisiensi waktu dan manfaat.
Penilaian dari aspek kemudahan
penggunaan, menunjukkan bahwa modul perbandingan sangat praktis. Aspek
efisiensi waktu modul perbandingan memiliki kriteria praktis. Serta aspek manfaat memiliki kriteria sangat
praktis. Dapat
disimpulkan bahwa modul perbandingan sangat praktis digunakan oleh siswa dalam
proses pembelajaran.
4. Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang
diperoleh dari hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Mencari
learning obstacle melalui uji coba
soal yang dikerjakan oleh 15 siswa SMP kelas VII.
2. Mendesain
bahan ajar sesuai learning obstacle yang
telah ditemukan setelah hasil uji coba soal dianalisis. Learning Obstacle khususnya hambatan-hambatan epistimologis yang muncul dalam
mempelajari materi perbandingan terbagi menjadi 4 tipe, yaitu.
Tipe 1: Learning Obstacle terkait konsep-konsep yang
ada pada materi perbandingan
Tipe
2: Learning Obstacle terkait
konsep yang ada pada materi prasyarat.
Tipe 3: Learning Obstacle terkait membuat model
matematika dari soal cerita.
Tipe
4: Learning Obstacle terkait mengaitkan konsep persamaan linear satu
variabel dengan konsep perbandingan.
variabel dengan konsep perbandingan.
3.
Memvalidasi bahan ajar oleh ahli. Hasil validasi terhadap modul
perbandingan yang telah dilakukan oleh empat ahli diperoleh persentase sebesar
yang
memiliki kriteria sangat valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa desain
bahan ajar berupa modul perbandingan layak untuk digunakan dalam proses
pembelajaran di kelas.
4.
Memvalidasi bahan ajar oleh pengguna. Desain didaktis berupa modul
perbandingan dinyatakan layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran oleh
para ahli, kemudian di validasi oleh pengguna. tujuan dari validasi pengguna
adalah untuk mengetahui kepraktisan modul perbandingan. Dari hasil validasi
pengguna yang dilakukan oleh guru, diiperoleh nilai 80,83 % artinya modul
perbandingan dapat dikategorikan sangat praktis oleh guru. Sedangkan, dari
hasil validasi pengguna yang dilakukan dengan uji terbatas terhadap 10 siswa,
diperoleh nilai sebesar 80,14 % artinya modul perbandingan dapat dikategorikan
sangat praktis oleh siswa. Dari dua hasil uji praktikalitas ini
menunjukkan bahwa bahan ajar berbasis soal-soal pemahaman matematis sangat
praktis digunakan dalam pembelajaran matematika pada materi perbandingan.
4.2.
Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian
yang telah dibahas sebelumnya, disarankan hal-hal berikut.
1.
Penelitian yang telah dilakukan terkait learning obstacle menggunakan
sampel yang sedikit. Oleh karena itu untuk pengembangan penelitian selanjutnya,
penulis menyarankan untuk menganalisis learning
obstacle lebih luas dan mengambil
sampel yang berbeda. Sehingga learning
obstacle yang diperoleh beragam.
2.
Desain bahan ajar berupa modul perbandingan pada penelitian
ini, penulis hanya melakukan uji terbatas kepada 10 siswa. Oleh karena itu
untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk mengimplementasikan
modul ini untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa
setelah menggunakan modul saat pembelajaran di kelas.
3.
Penelitian ini dapat terus dikembangkan dengan melakukan
perbaikan dan penyempurnaan terhadap instrumen dan bahan ajar. Sehingga hasil
dari penelitian selanjutnya akan diperoleh lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Hamdunah.
(2015). Praktikalitas Pengembangan Modul
Kontruktivisme dan Website pada Materi Lingkaran dan Bola. Lemma, Vol II No. 1.
Hendriana,
H dan Soemarmo, U. (2014). Penilaian
Pembelajaran Matematika. Bandung: Refika Aditama.
Rosita, dkk. (2014). Analisis Kemampuan
Pemahaman Matematis Mahasiswa pada Matakuliah Aljabar Linear 1. Jurnal Euclid, Vol.1, No.2.
Sodikin,
dkk. (2016). Desain Didaktis Konsep Luas
Daerah dan Volume Benda Putar dalam Pembelajaran Matematika SMA. Jurnal
FKIP Unswagati: Tidak Diterbitkan.
Sulistiawati,
Suryadi, D., dan Fatimah, S., (2015). Desain Didaktis Penalaran Matematis untuk
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan Volume Limas. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif Kreano
6 (2) Hal 135-146. Semarang: UNNES.
Suryadi, Didi. (2013). Didactical Research (DDR) Dalam Mengembangkan
Pembelajaran Matematika. Prosiding. FMIPA UPI.
Valindra,
Desi. (2015). Desain Didaktis Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai pada Siswa SMP
Ditinjau dari Learning Obstacle
dan Learning Trajectory. Skripsi
Sarjana di FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
0 Comments: