Thursday, February 6, 2014

Makalah PAI, Al-Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya.
              Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam pertama, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih global di pembahasan Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril. Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan, kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif lainnya.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah Pengertian Al-Qur’an ?
1.2.2        Apa Saja Nama-Nama Lain dari Al-Qur’an dan Nama-nama Suratnya ?
1.2.3        Bagaimana Kedudukan Al-Qur’an ?
1.2.4        Apa Saja Fungsi dari Al-Qur’an ?
1.2.5        Bagaimana Kodifikasi Al-Qur’an ?
1.2.6        Apa Saja Isi Yang Terkandung dalam Al-Qur’an ?
1.2.7        Apa Otoritas Al-Qur’an Sebagai Wahyu ?

1.3  Ruang Lingkup
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dan kitab suci yang berisi wahyu ilahi, serta hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang berupa pengertian, nama, kedudukan, fungsi, kandungan dan otoritas Al-Qur’an sebagai wahyu.

1.4  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4.1    Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui Apa Pengertian Dari Al-Qur’an.
b.      Mengetahui Apa Nama-nama Lain dari Al-Qur’an.
c.       Mengetahui Bagaimana Kedudukan Al-Qur’an.
d.      Mengetahui Apa Saja Fungsi dari Al-Qur’an.
e.       Mengetahui Bagaimana Kodifikasi Al-Qur’an.
f.       Mengetahui Isi yang Terkandung dalam Al-Qur’an.
g.      Mengetahui Apa Otoritas Al-Qur’an sebagai Wahyu.
1.4.2    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu:
1.      Untuk memenuhi tugas makalah Pendidikan Agama Islam.
2.      Untuk mengetahui Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam dan kitab suci yang berisi wahyu ilahi.
1.5   Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
       2.1 Ajaran Agama Islam
2.2 Pengertian Islam
2.3 Ajaran Islam
2.4 Pengertian Al-Qur’an
2.5 Pengertian Wahyu
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Al-Qur’an
3.2 Nama-nama Al-Qur’an
3.3 Kedudukan Al-Qur’an
3.4 Fungsi Al-Qur’an
3.5 Kodifikasi Al-Qur’an
3.6 Kandungan Al-Qur’an
3.7 Otoritas Al-Qur’an sebagai Wahyu
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Simpulan
4.2 Rekomendasi



BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Ajaran Agama Islam
Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah aqidah, syariah dan akhlak. Ajaran Islam dituliskan di dalam Al-Qur’an dan hadis. Pokok Ajaran Islam sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam. Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu tauhid, taat dan baro’ah/berlepas diri. Inilah inti ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusiaPemaknaan konsep ajaran Islam dilakukan dengan tiga pokok yaitu : berserah diri kepada Allah dengan merealisasikan tauhid, tunduk dan patuh kepada Allah dengan sepenuh ketaatan, memusuhi dan membenci syirik dan pelakunya. Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah (utuh), tidak sepotong-potong atau sebagian. Islam mempunyai karakter sebagai agama yang penuh kemudahan yang termanifestasi secara total dalam setiap syari’atnya.

2.2  Pengertian Islam
Dalam bahasa Arab, Islām, al-islām, الإسلام berarti “berserah diri” dan merupakan suatu ”Dīn” yang berarti “aturan” atau “sistem” (QS Al-Maidah:83). Secara etimologis, Islam diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”, “salima” yang berarti “selamat sentausa” atau ”aslama-yuslimu-islaman” yang berarti menciptakan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan hidup dan kepasrahan kepada Allah.
2.3  Ajaran Islam
Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama Islam dapat dijelaskan sesuai hadist riwayat Muslim dibawah ini :
Dari Umar ra. juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah s.a.w suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah s.a.w) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah s.a.w, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilahi (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata, “anda benar“.
Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahukan aku tentang Iman?“ Lalu beliau bersabda, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata, “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentang ihsan ?“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata, “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah s.a.w) bertanya, “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim).
Hadits ini menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan serta memperhatikan isi Al Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah aqidah, syariah dan akhlak. Ditinjau dari ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :
1.      Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
Sesuai firman yang berbunyi : ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS.51: 56)
2.      Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai firman yang berbunyi :
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
3.      Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai firman yang berbunyi : ”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”. (QS.11:61)
Vera Micheles Dean dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu  :
1.      Islam is religion.
2.      Islam is political system.
3.      Islam is way of live.
4.      Islam is interpretation of history.
2.4   Pengertian Al-Qur’an
            Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup ( hidayah ) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah Allah kepada Nabi Muhammad setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berangsur - angsur selama 23 tahun. Turunya Al-Qur’an kepada beliau tidak menentu dari segi waktu dan keadaan. Kadangkala pada waktu musim panas dan adakalanya di musim dingin. Kadangkala malam hari tetapi sering pula turun di siang hari. Kadangkala dalam bepergian tetapi sering pula turun pada saat beliau tidak dalam bepergian. Semuanya itu Allah yang mengaturnya, bukan kehendak Rasulullah.
            Al-Qur’an adalah kalimat Allah yang sudah sempurna benar dan adil isinya. Tidaklah ada yang mengubah kalimat-kalimat Allah tersebut. Al-qur’an itu tidak lain hanyalah petunjuk semesta alam.
Menurut kebanyakan kitab ulumul Qur’an sebagai berikut:
Al-qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW untuk mengalahkan musuh dengan satu surah darinya, dan menerangkan akidah-akidah dan hukum-hukum.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, mengungkapkan falsafah dasar iqra sebagai surah pertama kali turun pada Nabi Muhammad Saw., menyimpulkan bahwa iqra (perintah membaca yang berakar kata qara’a diartikan membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan menyampaikan baik teks tertulis maupun ayat-ayat tidak tertulis). Jadi perintah membaca dalam konteks surah al-alaq ayat 1-5 adalah peintah menelaah ayat Al-Qur’an, alam raya, diri sendiri, masyarakat, majalah, Koran dan buku-buku lainya. Pengertian membaca menurut versi ini tentu sangat luas, tidak mengenal batasnya, baik menyangkut bacaan bersumber dari Allah (QS Al-Isra’[17]: 45) maupun bacaan bersumber dari produk manusia (QS Al-Isra’[17]: 14).
Secara istilahi (istilah) Al-Qur’an didefinisikan dalam ragam pandangan yang dilatarbelakangi oleh bidang ilmu masing-masing. Ada dua kelompok besar yang ahli dalam Al-Qur’an tetapi mempunyai perspektif ilmu yang berbeda, yaitu Ahli Kalam (mutakalim) dan Ahli Fikih (fuqaha). Menurut sebagian besar ahli kalam, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat qadim bukan makhluk, dan bersih dari sifat-sifat yang baru lafal-lafalnya bersifat azali yang berkesinambungan tanpa terputus-putus. Namun ada sebagian kecil ahli kalam yang mengatakan Al-Qur’an bersifat hadis (baru) dan makhluk. Perbedaan ini terletak pada sudut pandang hakikat Al-Qur’an yang dimaksud. Al-Qur’an dikatakan baru jika yang dimaksud adalah wujud fisik seperti yang tertulis berulang-ulang oleh manusia melalui suatu penerbitan. Sementara jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an sebagai wahyu Allah di lauh mahfuz atau hakikat bacaanya itu sendiri, maka Al-Qur’an tetap qadim.
Menurut ahli fiqih, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam bentuk mushaf berdasarkan penukilan secara mutawatir dan dianggap ibadah bagi yang membacanya. Definisi ahli fiqih ini yang disambut lebih positif oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia. Definisi ahli fiqih ini bagi kaum muslimin tidak mengandung pertentangan interpretasi.
Abdul Halim Mahmud, mempertegas eksistensi Al-Qur’an dengan mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat sebagai kitab yang keontetikannya selalu dijamin oleh Allah, sehingga para orientalis (orang barat yang mengkaji islam)pun tidak ada celah untuk meragukan keotentikan tersebut. Kalaupun ada orientalis yang meragukan, sebenarnya karena hanya ingin merusak ajaran Al-Qur’an dan membius umat islam agar ikut meragukannya. Sebab, jika dikaji secarajujur, alasan meragukan mereka, malah tujuan orientalis tersebut sangat subjektif, mengada-ada. Misalnya, Christhop Luxenberg menyangkal keaslian Al-Qur’an berbahasa arab, teks asli Al-Qur’an telah dimusnahkan oleh Khalifah Usman bin Affan, salinan Al-Qur’an banyak disalah artikan.
Menurut Al-Qur’an sendiri, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat jibril dengan lafal dan maknanya, (QS. Asy-Syu’ara[26]: 192-195). Lafal Al-Qur’an dalam bahasa arab sudah jelas dan maknanya sesuai dengan watak bahasa arab itu sendiri. Namun demikian, Al-Qur’an tetap maknanya dapat dipahami dalam berbagai bahasa manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an tetap konsisten dengan peranannya sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Dalam ayat lain ditegaskan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya tanggungan Allah mengumpulkan dalam dada Nabi dan membacakannya, (QS. AL-Qiyamah [75]:16-18). Dengan demikian, Al-Qur’an mutlak bersumber dari Allah dan isinya benar sebagai petunjuk bagi manusia.
2.5   Pengertian Wahyu
Setelah kita memahami Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang tertulis, sekarang pemahaman kita dapat ditarik ke tatanan yang lebih abstrak yaitu apa yang dimaksud dengan wahyu itu sendiri. Di sini ada beberapa pendapat pakar agama, kemudian akan mengkaji ulang petunjuk-petunjuk dari Al-Qur’an itu sendiri. Setelah dipahami konsep operasional. Dalam konsep operasional, akan dipetakan konsep wahyu secara keseluruhan, sehingga kita dapat menilai bagian-bagian mana wahyu yang menjadi Al-Qur’an.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip berbagai pendapat pakar tentang wahyu mengatakan bahwa wahyu menurut bahasa adalah isyarat yang cepat atau segala yang kita sebut kepada orang lain untuk diketahui. Isyarat cepat dapat saja datang dari Allah atau datang dari selain Allah termasuk iblis. Sedangkan menurut istilah, wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagiamana dipergunakan juga untuk lafazh Al-Qur’an. Menurut versi ini, wahyu itu khusus dari Allah yang dihujamkan dalam dada Nabi-nabi Allah, termasuk Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.
Selanjutnya, M. Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip kitab Al-Masyariq bahwa wahyu pada asalnya: “ Sesuatu yang diberitahukan dalam keadaan tersembunyi dan cepat. Wahyu Allah kepada Nabi-nabi-Nya ialah pengetahuan-pengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa Nabi agar mereka sampaikan kepada manusia untuk menujuki mereka dan memperbaiki di dunia serta membahagiakan mereka di akhirat. Nabi, sesudah menerima wahyu itu, mempunyai kepercayaan yang penuh bahwa yang yang diterimanya adalah dari Allah Swt.
Muhammad Abduh, seorang pakar ilmu tauhid mengatakan bahwa wahyu adalah suatu irfan (pengetahuan) yang didapat oleh seorang di dalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang demikian itu datang dari Allah. Dalam versi ini, wahyu tidak terbatas hanya untuk Nabi, tetapi sebagaimana menurut Rasyid Ridha, wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi-Nya ialah suatu ilmu yang dikhususkan untuk mereka pelajari. Pengetahuan halus yag timbul dengan sendirinya , dituangkan dalam jiwa oleh Allah. Dengan demikian, wahyu untuk Nabi jelas berbeda dengan wahyu untuk selain Nabi.
Menurut petunjuk Al-Qur’an sendiri, istilah wahyu sendiri memiliki pengertian yang berbeda-beda jika dikaitkan dengan pemahaman bahasa manusia. Paling tidak, ada enam surah yang sekaligus menjadi enam pemahaman pengertian wahyu berdasarkan Al-Qur’an sendiri, yaitu:
a)    Wahyu diartikan isyarat, (QS. Maryam [19]: 11). Wahyu dalam bentuk isyarat ini dihujamkan kepada Nabi Zakaria.
b)   Wahyu diartikan ilham, (QS. Al-Qashash [28]: 7). Wahyu dalam bentuk ilham ini dihujamkan kepada ibu Musa. Artinya wahyu yang diturunkan kepada manusia.
c)    Wahyu diartikan ilham, (QS. An-Nahl [16]: 68). Wahyu dalam bentuk ilham ini diturunkan kepada lebah. Artinya wahyu berlaku untuk binatang.
d)   Wahyu diartikan perintah, (QS. Al-Maidah [5]: 111). Wahyu dalam bentuk perintah dihujamkan kepada kaum Hawariyyin (pengikut Nabi Musa). Artinya wahyu yang diturunkan kepada manusia biasa.
e)    Wahyu diartikan bisikan, (QS. Al-An’am [6]: 121). Wahyu dalam bentuk bisikan ini datang dari kelompok iblis.
f)    Wahyu diartikan bisikan dalam sukma, (QS. Asy-Syu’ara [26]: 21 dan 42).
Khusus untuk Nabi Muhammad Saw. sendiri, Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu melainkan apa yang dikatakan adalah dibimbing dengan wahyu, (QS. Al-Najm [53]: 2-4). Jadi, Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah wahyu Allah. Bagi Al-Qur’an sendiri dan konsekuensinya juga bagi kaum muslimin. Al-Qur’an adalah firman Allah, sedangkan Nabi Muhammad Saw. bukan hanya dalam makna dan ide-idenya saja, yang membuka kemungkinan Nabi untuk lupa atau tidak sadar dapat ditolak. Karena Al-Qur’an benar-benar murni Illahi. Walaupun ada kenyataan lain yakni setelah diwahyukan , Al-Qur’an berhubungan intim dengan pribadi Nabi, sehingga kata-kata suci tersebut tidak dapat diamati secara mekanis seperti halnya catatan, namun tetap Nabi tidak bisa diidentikkan dengan Allah. Demikian pula Nabi Isa pada umat Kristiani sekarang sebenarnya tidak mesti dianggap sebagai Tuhan Yesus. Al-Qur’an secara kategoris mengharamkan hal itu dan itu dianggap syirik sebagai dosa paling besar.
Berdasarkan uraian di atas, Allah berbicara dengan makhluknya melalui wahyu (QS. Al-syura [42]: 51). Wahyu yang tertulis disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. disebut Al-Qur’an. Wahyu kepada Nabi-nabi lainya walaupun tertulis tidak disebut Al-Qur’an, melainkan al-kitab saja. Sedangkan wahyu untuk selain Nabi (Manusia biasa) semuanya tidak tertulis, karena berupa ilham, bisikan atau insting. Berdasarkan pemahaman demikian, maka malaikat yang berhenti hanya wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bentuk Al-Qur’an.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Pengertian Al-Qur’an
3.1.1 Pengertian Al-Qur’an Etimologi (bahasa).
Secara bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab , yaitu qaraa-yaqrau-quraanan yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam Surah Al-Qiyamah ayat 17-18
(۱۸)  قُرْآنَهُ فَاتَّبِعْ قَرَأْنَاهُ فَإِذ   (۱۷)  وَقُرْآنَهُ جَمْعَهُ عَلَيْنَا إِنَّ
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamaah 17-18)
3.1.2 Pengertian Al-Quran Terminologi (istilah).
a.       Menurut Manna’ Al-Qhattan :
 بِتِلَاوَتِهِ اَلْمُتَعَبَدُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ صَلَّي مُحَمَّدٍ عَلَي  المُنَزًّلُ اللهِ كَلَامُ
Artinya : kitab Allah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya memperoleh pahala.
b.      Menurut Al-Jurjani :
شُبْهَةٍ بِلَا مُتَوَاتِرًا نَقْلًا عَنْهُ اَلْمَنْقُولُ الْمَصَاحِفِ المَكْتُوبِ فِى  الرَّسُولِ عَلَى اَلْمُنَزَّلُ  هُوَ
Artinya : yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawattir tanpa keraguan.
c.       Menurut kalangan pakar ushul fiqh, fiqh, dan bahasa Arab :
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai ibadah, diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai pada surat An-Nass.
3.2   Nama-nama Al-Qur’an dan Nama-nama Surat dalam Al-Qur’an
3.2.1 Nama-nama Al-Qur’an
Nama Al-Qur’an banyak, tetapi semua nama-nama tersebut menunjukan pada yang satu, yaitu Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad Saw.nama Al-Qur’an umumnya dikaitkan dengan fungsi dan peranan Al-Qur’an itu sendiri. Semakin beragam orang memosisikan Al-Qur’an, akan semakin banyak jumlah nama Al-Qur’an. Abu Ma’ali Syaidzalah (wafat 494 H) memberikan lebih dari 90 nama ; M. Natsir Arsyad sendiri memilih 30 nama saja.
Namun demikian, nama yang di berikan oleh Al-Qur’an sendiri, sekurang-kurangnya ada 5 nama yaitu:
1.      Al-Qur’an ( QS AL-Hasyr [59]:21). Dikatakan nama Al-Qur’an karena sesuai dengan sifatnya yaitu untuk dibaca. Kalau Al-Qur’an hanya disimpan walaupun ditempat yang mewah, maka manusia tidak akan mendapat petunjuk apa-apa dari Al-Qur’an. Jadi, yang terpenting addalah bacaanya, bukan tulisannya. Dengan baccaan tersebut, Al-Qur’an menjadi milik si pembaca yang bersatu dengan jiwa raganya.
2.      Al-Kitab, (QS Al-Baqarah [2]:2; Al-An’am [6]:114). Dikatakan Al-Kitab karena Al-Qur’an itu wahyu yang tertulis. Nama Al-Kitab ini disandarkan pula pada wahyu tertulis lainnya yaitu kitab Taurat, Zabur, dan Injil. Sehingga Al-Qur’an sebenarnya penyempurna dari kitab-kitab tersebut. Al-Qur’an itu bukan sesuatu yang baru, karena sudah benar-benar tersebut dalamkitab-kitab orang terdahulu, dan para ulama Bani Israil mengetahuinya (QS Al-Syu’ara [26] : 196-197).
3.      Al-Furqan, (QS Al-Furqan [25]:1). Dikatakan demikian karena isi dalam Al-Qur’an tentang pembeda yang jelas antara yang haq (benar) dan bathil (sesat). Orang yang mengikuti yang haq adalah mereka yang mengikuti Al-Qur’an. Melalui penjelasan Al-Qur’an, akal kita dapat mengetahui yang haq dan bathil.
4.       Al-Dzikra, (QS AL  Hijr [15]:9). Dikatakan demikian, karena Al-Qur’an mengingatkan kembali manusia pada jati dirinya yang benar. Akibat manusia berinteraksi dengan lingkungan tertentu, ia menjadi lalai atau bahkan lupa padda kebenaran. Al-Qur’an mengingatkan kembali agar manusia segera ingat dan sadar akan dirinya. Dari mana asalnya, apa yang harus diperbuat dan akan pulang kemana setelah meninggal dijelaskan dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliaranya.” (QS Al Hijr [15] : 9)
5.      Al-Tanzil, (QS AL Syu’ara [26]:192). Dikatakan demikian karena Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Disebut Al-Tanzil yang dapat berarti Al-Qur’an.
”Dan sungguh, (Al Qur’an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam.” (QS Asy Syu’araa [26] : 192)
6.      Al-Huda (Petunjuk). Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur’an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Allah berfirman: Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu.....” (Q.S. Al-Baqarah 185). Kedua, Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Allah berfirman, “Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya ; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” Q.S Al-Baqarah : 2). Bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi orang tekwa dijelaskan pula dalam ayat lainnya, antara lain surat Ali Imran Ayat 138. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman : Katakanlan ;” Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman….” (Q.S. Fushshilat 44). Begitu juga, bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang beriman disebutkan pula pada ayat lainnya, antara lain dalam surat Yunus ayat 57.
7.      Asy-Syfa (obat). Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungin yang dimaksud di sini adalah penyakit psikologis). Allah berfirman,
“Wahai manusia! Sesungguhnya, telah datang kepadamu pelajaran (Al Qur’an) dari  Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS Yuunus [10] : 57)
8.      Al-Mau’izhah (Nasihat). Dalam Al-Qur’an diatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi orang-orang bertakwa. Allah berfirman,“Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran 138)
9.      Al-Hikmah (kebijaksanaan)
“ Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)”. (QS. Al Israa' [17]:39)
10.  Al-Hukm (peraturan/hukum). Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (QS. Ar Ra'd [13]:37)
11.    Al-Qaul (perkataan/ucapan)
Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran. (QS. Al Qashash [28]:51)
12.   Ar-Ruuh (Roh)
Allah SWT telah menamakan wahyu yang diturunkan kepada rasulNya sebagai roh. Sifat roh adalah menghidupkan sesuatu. Seperti jasad manusia tanpa roh akanmati, busuk dan tidak berguna. Dalam hubungan ini, menurut ulama, Al-Quran mampu menghidupkan hati-hati yang mati sehingga dekat dengan Penciptanya.
“Dan demikianlah Kami wahyulan kepadamu (Muhammad) ruh (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al Qur’an dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al Qur’an itu cahaya, dengan itu Kami member petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.” (QS Asy Syuuraa [42] : 52)
13.  An-Nuur (Cahaya)
Panduan yang Allah gariskan dalam Al-Quran menjadi cahaya dalam kehidupan dengan mengeluarkan manusia daripada taghut kepada cahaya kebenaran, daripada kesesatan dan kejahilan kepada kebenaran ilmu, daripada perhambaan sesame manusia kepada mengabdikan diri semata-mata kepada Yang Maha Mencipta dan daripada kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat.
Dengan kitab itulah Allah member petunjuk kepada orang yang mengikuti keredhaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari kegelapaan kepada cahaya dengan izinNya dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (al-Maidah: 17)
 “Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).” (QS An Nisaa [4] : 174)
14.  Al-Haq (Kebenaran)
Al-Quran dinamakan dengan Al-Haq kerana dari awal hingga akhirnya, kandungan Al-Quran adalah semuanya benar. Kebenaran ini adalah datang daripada Allah yang mencipta manusia dan mangatur system hidup manusia dan Dia Maha Mengetahui segala-galanya. Oleh itu, ukuran dan pandangan dari Al-Quran adalah sesuatu yang sebenarnya mesti diikuti dan dijadikan priority yang paling utama dalam mempertimbangkan sesuatu.
“Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu”. (al-Baqarah: 147)
15.   Al-Bayaan (Keterangan)
Al-Quran adalah kitab yang menyatakan keterangan dan penjelasan kepada manusia tentang apa yang baik dan buruk untuk mereka. Menjelaskan antara yang haq dan yang batil, yang benar dan yang palsu, jalan yang lurus dan jalan yang sesat. Selain itu Al-Quran juga menerangkan kisah-kisah uma terdahulu yang pernah mengingkari perintah Allah lalu ditimpakan dengan berbagai azab yang tidak terduga.
“Inilah (Al-Quran) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk kepada seta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”. (Ali-Imran: 138 )
16.   Al-Busyraa (Berita Gembira)
Al-Quran sering menceritakan khabar gembira bagi mereka yang beriman kepada Allah dan menjalani hidup menurut kehendak dan jalan yang telah diatur oleh Al-Quran. Khabar-khabar ini menyampaikan pengakhiran yang baik dan balasan yang menggembirakan bagi orang-orang yang patuh dengan intipati Al-Quran. Telalu banyak janji-janji gembiran yang pasti dari Allah untuk mereka yang beriman dengan ayat-ayatNya.
“Katakanlah, “Rohulkudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Tuhanmu dengan kebenaran untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang berserah diri (kepada Allah).” (QS An Nahl [16] : 102)
17.  Ar -Rahmah. Al Qur’an disebut juga Al Rahman karena ia berfungsi sebagai petunjuk dan karunia bagi umat manusia dan alam semesta.
Dan sungguh, (Al Qur’an) itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS An Naml [27] : 77
18.  Al -Kalaam. Al Qur’an disebut juga Al Kalaam karena ia adalah firman Allah dan merupakan kitab suci yang diucapkan.
 “Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadanmu, maka lindungilah agar dia dapar mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS At Taubah [9] :6)
19.  Al Basaa’ir. Al Qur’an disebut juga Al Basaa’ir karena ia berfungsi sebagai pedoman.
 “(Al Qur’an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (QS Al Jaasiyah [45] : 20)
20.  Al Balaag. Al Qur’an disebut juga Al Balaag karena ia berfungsi sebagai penyampai kabar atau penjelasan bagi manusia.
 “(Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS Ibraahiim [14] : 52)
Nama-nama Al-Quran tersebut menunjuk pada yang satu, yaitu Al-Qur’an Al-Karim. Sedangkan banyaknya nama hanya fungsi dari Al-Qur’an itu sendiri. Semakin banyak manusia mengidentifikasi fungsi Al-Qur’an, akan semakin banyak memberikan nama kepadanya. Tetapi yang terpenting bukan namanya, melainkan fungsinya itu sendiri bagi manusia di dunia ini.
3.2.2 Nama-nama Surat dalam Al Qur’an
Al Qur’an terdiri atas 30 juz, 114 surat, dan 6666 ayat. Adapun nama-nama surat tersebut adalah :
1.    Surat  Al Fatehah (pembuka)
Surat ini terdiri atas 7 ayat, surat yang pertama diturunkan dengan lengkap diantara surat-surat yang ada dalam  Al Qur’an, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Fatehah”, karena dengan surat inilah di buka dan di mulainya Al Qur’an. Dinamakan pula dengan “Ummul Qur’an” (induk Al Qur’an), karena surat ini merupakan induk bagi semua isi Al-Qur’an, serta menjadi inti sari dari kandungan Al Qur’an. Dinamakan lagi dengan “As Sabb’ul Matsani” (tujuh yang berulang-ulang), karena ayat-ayat tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum dan kisah-kisah.

2.    Surat Al Baqarah (Sapi Betina)
Surat ini terdiri atas 286 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Baqarah”, karena di dalamnya di sebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang di perintahkan Allah kepada Bani Israil. Dinamakan pula dengan “Fusthaatul Qur’an” (puncak Al Qur’an), karena memuat beberapa hukum yang tidak di sebutkan dalam surat yang lain. Dinamakan lagi dengan “Alif Laam Miim”, karena surat ini dimulai dengan Alif Laam Miim.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

3.    Surat Ali Imran (Kelurga Imran)
Surat ini terdiri atas 200 ayat, termasuk golongan Madaniyyah. Dinamakan surat “Ali Imran” karena memuat kisah keluarga Imran yang di dalam kisah itu di sebutkan kelahiran Nabi Isa as dan mu’jizatnya, serta di sebut pula kelahiran Maryam putri Imran, Ibu Nabi Isa as.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

4.    Surat An Nisa’ (Wanita)
Surat ini terdiri atas 120 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat  “An  Nisa”, karena didalam surat ini banyak di bicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita. Serta merupakan surat yang paling banyak membicarakan hal itu di banding dengan surat-surat lain.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

5.    Surat Al Maidah (Hidangan)
Surat ini terdiri atas 120 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Maidah”, karena memuat kisah pengikut-pengikut setia, Nabi Isa as meminta agar Allah menurunkan kepada mereka hidangan makanan dari langit. Dinamakan pula dengan “Al Uqud” (perjanjian), karena di dalamnya di sebutkan bahwa Allah agar hamba-hamba-Nya memenuhi janji prasetia mereka terhadap Allah dan perjanjian-perjanjian yang mereka buat sesamanya. Dinamakan pula dengan “Al Munqidz” (yang menyelamatkan), karena akhir surat ini mengandung kisah tentang Nabi Isa as penyelamat para pengikut dari adzab Allah.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

6.    Surat Alan’nam (Binatang Ternak)
Surat ini terdiri atas 165 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Alan’nam”, karena di dalamnya di sebut kata “Alan’nam”, dalam hubungan dengan adat istiadat kaum musyrik, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu dapat di pergunakan untuk mendekatkan diri kepada tuhan mereka.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.


7.    Surat Al A’raf (Tempat Tertinggi)
surat ini terdiri atas 206 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al A’raf”, karena kata itu terdapat dalam ayat 46 yang mengemukakan tengtang keadaan orang-orang yang berada di atas Al A’raf yaitu : tempat yang tertinggi di bawah surga dan neraka.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

8.    Surat An Anfal (Rampasan Perang)
Surat ini terdiri atas 75 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “An Anfal”, karena di dalamnya memuat masalah yang berkaitan dengan harta  rampasan perang yang meliputi harga rampasan perang, hukum perang dan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan pada umumnya.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

9.    Surat At Taubat (Pengampunan)
Surat ini terdiri atas 129 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “At Taubah”, karena itu berulang kali di sebut dalam surat ini. Dinamakan pula dengan “Baraah”, yang berarti  pelepasan diri  yang di sini maksudnya pernyataan pemutusan perhubungan, disebabkan bayaknya pokok pembicaraan tentang pernyataan pemutusan perjajnian damai dengan kaum musyrikin.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

10.  Surat Yunus
Surat ini terdiri atas 109 ayat, termasuk golongan surat makiyyah. Dinamakan surat “Yunus”, karena dalam surat ini terutama disebutkan kisah Nabi Yunus as dan para pengikutnya yang teguh pendirian.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

11.  Surat Huud
Surat ini terdiri atas 123 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Huud”, karena ada hubungan dengan terdapatnya kisah Nabi Huud as dan kaumnya.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

12. Surat Yusuf
Surat ini terdiri atas 111 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Yusuf”, karena titik berat dari isinya mengenai kisah Nabi Yusuf as.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.
13. Surat Ar Ra’d (Guruh)
surat ini terdiri atas 43 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “ Ar Ra’d”, karena dalam ayat 13 Allah berfirman yang artinya : “ Dan guruh itu bertasbih sambil memujiNya “ menunjukan sifat kesucian dan kesempurnaan Allah SWT.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.
14. Surat Ibrahim
Surat ini tediri atas 52 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ibrahim”, karena surat ini mengandung doa Nabi Ibrahim as, yaitu pada ayat 35-41.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

15.  Surat Al Hijr
Surat ini terdiri atas 99 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Hijr”, karena didalamnya di sebutkan kata Al Hijr, yaitu nama sebuah daerah pegunungan yang didiami oleh kaum tsamud, terletak di pinggir jalan antara Madinah dan Syiria.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

16.  Surat An Nahl (Lebah)
Surat ini terdiri atas 128 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “An Nahl”, karena di dalamnya terdapat firman Allah SWT ayat 68 yang artinya : “Dan tuhanmu mewahyukan kepada lebah.”
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

17.  Surat Al Isra’ (Memperjalankan Di Malam Hari)
Surat ini terdiri atas 111 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Isra’ ”, karena berkaitan dengan peristiwa Isra’ Nabi Muhammad SAW dimana Allah SWT memperjaankan beliau di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

18.  Surat Al Kahfi (Gua)
Surat ini terdiri atas 110 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Kahfi”, karena nama itu di ambil dari cerita yang terdapat pada ayat 9-26, tentang beberapa orangpemuda yang tidur dalam gua bertahun-tahun lamanya. Adapun penghuni-penghuni gua tersebut disebut”Ashabul Kahfi”.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

19.  Surat Maryam
Surat ini terdiri atas 98 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Maryam”, karena surat ini maengandung kisah maryam, ibu Nabi Isa as, sedang ia sebelumnya belm di kawini atau di campuri oleh seorang laki-lakipun.
Kandungan surat : Tentang keimanan, kisah-kisah dan lain-lain.

20.  Surat Thaha
Surat ini terdiri atas 135 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Thaha”, di ambil perkataan yang berasal dari ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

21.  Surat Al Anbiya’ (Nabi-Nabi)
Surat ini terdiri atas 112 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Anbiya”, karena surat ini memuat kisah beberapa orang Nabi.
Kandungan surat : Tentang keimanan, kisah-kisah dan lain-lain.

22.  Surat Al Hajj (Haji)
Surat ini terdiri atas 78 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Al Hajj”, karena surat ini mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan beribadah haji.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum dan lain-lain.

23.  Surat Al Mu’minun (Orang-Orang Yang Beriman)
Surat ini terdiri atas 118 ayat, termasuk golongan suran Makiyyah. Dinamakan surat  “Al Mu’minun”, karena surat permulaan ini menerangkan bagaimana seharusnya sifat-sifat orang mukmin yang menyebabkan keberuntungan mereka di akhirat dan ketentraman jiwa mereka di dunia.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

24.  Surat An Nur (Cahaya)
surat ini terdiri atas 64 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “An Nur”, di ambil dari kata An Nur yang terdapat pada ayat 35.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

25.  Surat Al Furqan (Pembeda)
Surat ini terdiri atas 77 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Furqan”, di ambil daro kata Al Furqan yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang di maksud dengan Al Furqan dalam ayat ini ialah Al Qur’an.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

26.  Surat Asy Syu’ara’ (Para Penyair)
Surat ini terdiri atas 227 ayat, termasuk golongan surat  Makiyyah. Dinamakan surat “Asy Syu’ara’  , di ambil dari kata Asy Syu’ara’ yang terdapat pada ayat 224, di saat Allah SWT secara khusus menyebutkan kedudukan para penyair. Para penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

27.  Surat An Naml (Se Mut)
Surat ini terdiri atas 93 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “An Naml”, karena pada ayat 18 dan 19 terdapat kata An Nal, dimana raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar memasuki sarangnya masing-masing, supaya jangan terinjak oleh Nabi Sulaeman as dan tentaranya yang akan lalu litas ke tempat itu.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

28.  Surat Al Qashash (Cerita-Cerita)
Surat ini terdiri atas 88 ayat, termsuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Qashash”, karena pada ayat 25 surat ini terdapat kata Al Qashash yang berarti cerita.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

29.  Surat Al Ankabut (Laba-Laba)
Surat ini terdiri atas 69 ayat. Termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Al Ankabut”, di ambil dari kata Al Ankabut yang terdapat pada ayat 41 surat ini. Dimana Allah mengumpamakan para penyembah berhala-berhala itu dengan laba-laba yang percaya pada kekuatan rumahnya sebagai tempat  ia berlindung dan tempat ia menjerat mangsanya. Padahal kalau di hembus angin atau di timpa sesuatu benda yang kecil saja rumah itu akan hancur.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

30.  Surat  Ar Ruum (Bangsa Romawi)
surat ini terdiri atas 60 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Ar Ruum”, karena pada permulaan surat ini, ayat 2, 3 dan 4 terdapat pemberitaan bangsa Romawi yang pada mulanya di kalahkan oleh bangsa Persia, tetapi setelah beberapa tahun kemudian kerajaan bangsa Romawi dapat membalas kekalahannya kembali terhadap bangsa Persia.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

31.  Surat  Luqman
Surat ini terdiri atas 34 ayat, termasuk golongan surat  Makiyyah. Dinamakan surat  “Luqman”, karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah di beri oleh Allah nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh karena itu dia bersyukur kepadaNya atas nikmat yang di berikan itu.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

32.  Surat As Sajadah (Sujud)
surat ini terdiri atas 30 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “As Sajadah”, karena pada surat  ini terdapat ayat sajadah, yaitu ayat yang ke 15.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum  dan lain-lain.

33.  Surat Al Ahzab (Golongan Yang Bersekutu)
Surat ini terdiri atas 73 ayat, termasuk golongan surat  Madaniyyah. Dinamakan surat  “Al Ahzab”, karena dalam surat ini terdapat beberapa ayat , yaitu ayat 9-27 yang berhubungan dengan peperangan Al Ahzab, yaitu peperangan yang di lancarkan oleh kaum Yahudi. Kaum munafik dan orang-orang musyrik terhadap orang-orang mukmin di Madinah.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

34.  Surat Saba’ (Kaum Saba’)
Surat ini terdiri atas 54 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Saba’ ”, karena didalamnya terdapat kisah kaum saba’, yaitu nama suatu kabilah Arab yang tinggal di daerah Yaman sekarang ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

35.  Surat Al Faathir (Pencipta)
Surat ini terdiri atas 45 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Faathir”, karena ada hubungannya dengan perkataan Fathir yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Dinamakanjuga dengan surat  “Malaikat”, karena pada ayat pertama di sebutkan bahwa Allah telah menjadikan malaikat-malaikat sebagai utusannya yang mempunyai beberapa sayap.
Kandungan surat : Tentang bukti-bukti kekuasaan Allah dan nikmat-nikmat yang telah dianugrahkanNya; Allah menciptakan para malaikat menurut bentuk yang dikehendakinya; dan lain-lain

36.  Surat Yaa Siin
Surat ini terdiri atas 83 ayat, termasuk golongan surat  Makiyyah. Dinamakan surat “Yaa siin”, karena dimulai dengan huruf Yaa Siin. Dimana Allah mengisyaratkan bahwa sesudah huruf tersebut akan dikemukakan hal-hal yang penting.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

37.  Surat Ash Shaffat (Yang Bershaf-Shaf)
Surat ini terdiri atas 182 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ash Shafat”, karena ada hubungannya dengan perkataan Ash Shafat yang terdapat pada permulaan surat ini yang mengemukakan bagaimana para malaikat yang berbaris di hadapan tuhanNya yang bersih jiwanya, tidak di goda oleh syetan.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

38.  Surat Shaad
Surat ini terdiri atas 88 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Shaad”, karena surat ini dimulai dengan shaad.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

39.  Surat Az Zumar (Rombongan-Rombongan)
Surat ini terdiri atas 75 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Az Zumar”, di ambil dari perkataan  Az Zumar yang terdapat pada ayat 71 dan 73 surat ini. Dinamakn juga dengan “Al Ghuraf”, (kamar-kamar), di ambil dari perkataanGhuraf yang terdapat pada ayat 20, dimana di terangkan keadaan kamar-kamar dalam surga yang diperoleh orang-orang yang bertaqwa.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.

40.  Surat Al Mu’min (Orang Yang Beriman)
Surat ini terdiri atas 85 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat  “Al Mu’min”, karena ada hubungan dengan perkataan Al Mu’min yang terdapat pada ayat 28 surat ini. Dinamakan juga dengan  “Ghafir” (yang mengampuni), karena ada hubunganya denga kata Ghafir yang terdapat pada ayat 3 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan lain-lain.
41. Surat Fushilat (yang dijelaskan).
Surat ini terdiri atas 54 ayat termasuk golongan surat Makkiyah. Dinamakan surat “Fushilat”, karena ada hubungannya dengan perkataan fushilat yang terdapat pada permulaan surat ini. Dinamakan juga dengan “Haa Miim dan As Sajdah”. Karena surat ini dimulai dengan Haa Miim dan dalam surat ini terdapat surat sajdah.
Kandungan surat: Tentang sikap orang-orang musyrik terhadap Al-Qur’an; kejadian-kejadian langit dan bumi apa yang ada pada keduanya membuktikan adanya Allah; semua yang terjadi dalam alam semesta tidak lepas dari pengetahuan Allah; dll.
42. Surat Asy Syuura (Musyawarah).
Surat ini terdiri atas 53 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Asy Syuura”. Diambil dari perkataan Syura yang terdapat pada ayat 38 surat ini. Dinamakan pula dengan “Haa Miim Ain Siin Qaaf”, karena surat ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah itu.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum dan lain-lain.
43. Surat Az Zukhruf (Perhiasan).
Surat ini terdiri atas 89 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Az Zukhruf”, diambil dari perkataan Az Zukhruf yang terdapat pada ayat 35 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keiamanan, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
44. Surat Ad Dukhan (Kabut).
Surat ini terdiri atas 59 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ad Dukhan”, diambil dari perkataan Dukhan yang terdapat pada ayat 10 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
45. Surat Al Jaatsiyah (Orang Berlutut).
Surat ini terdiri atas 37 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Jaatsiyah”, diambil dari perkataan Jatsiyah yang terdapat pada ayat 28 surat ini. Dinamakan pula dengan “Asy Syari’ah”, diambil dari perkataan Syari’ah yang terdapat pada ayat 18 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah, dll.
46. Surat Al Ahqaaf (Bukti-bukti Pasir).
Surat ini terdiri atas 35 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Ahqaf”, diambil dari perkataan Al-Ahqaaf yang terdapat pada ayat 21 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
47. Surat Muhammad (Nabi Muhammad SAW)
Surat ini terdiri atas 38 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Muhammad”, diambil dari perkataan Muhammad yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Dinamakan pula dengan “Al Qital”, (peperangan), karena sebagian besar surat ini mengutarakan tentang peperangan dan pokok-pokok hukumnya, serta bagaimana seharusnya sikap orang-orang mukmin terhadap orang-orang kafir.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
48. Surat Al Fath (Kemenangan).
Surat ini terdiri atas 29 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Fath”, diambil dari perkataan Fathan yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Sebagian besar yang termuat dalam surat ini menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan kemenangan yang dicapai Nabi Muhammad SAW dalam peperangan-peperangannya.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
 49. Surat Al Hujarat (Kamar-kamar).
Surat ini terdiri atas 18 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Hujarat”, diambil dari perkataan Al Hujarat yang terdapat pada ayat 4 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
50. Surat Qaaf.
Surat ini terdiri atas 45 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Qaaf”, karena surat ini dimulai dengan huruf Qaaf. Dinamakan pula dengan “Al Baasiqaat”, diambil dari perkataan Al Baasiqaat yang terdapat pada ayat 10 surat ini.
51. Surat Adz Dzaariyaat (Angin yang benerbangkan).
Surat ini terdiri atas 60 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Adz Dzaariyaat”, diambil dari perkataan Adz dzariyat yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
52. Surat Ath Thuur (Bukit).
Surat ini terdiri atas 49 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ath Thuur”, diambil dari perkataan Ath Thuur yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud bukit disinilah Bukit Thursina yang terletak di Semenanjung Sinai, tempat Nabi Musa as menerima wahyu dari Allah SWT.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
53. Surat An Najm (Bintang).
Surat ini terdiri atas 62 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “An Najm”, diambil dari perkataan An Najm yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
54. Surat Al Qamar (Bulan).
Surat ini terdiri atas 55 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Qamar”, diambil dari perkataan Al Qamar yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, kisah-kisah, dan lain-lain.
55. Surat Ar Rahmaan (Yang Maha Pemurah).
Surat ini terdiri atas 78 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ar Rahmaan”,  diambil dari perkataan Ar Rahmaan yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Ar Rahmaan adalah salah satu dari nama-nama Allah.
Kandungan surat : Tentang keimanan, kisah-kisah, dan lain-lain.
56. Surat Al Waqi’ah (Hari kiamat).
Surat ini terdiri atas 96 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Waqi’ah”, diambil dari perkataan Al waqi’ah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang huru-hara di waktu terjadinya hari kiamat; manusia sewaktu dihisab terbagi menjadi 3 golongan; bantahan Allah terhadap keingkaran orang yang mengingkari adanya Tuhan; gambaran tentang surge dan neraka.
57. Surat Al Hadiid (Besi).
Surat ini terdiri atas 29 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Hadiid”, diambil dari perkataan Al Hadiid yang terdapat pada ayat 25 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dan lain-lain.
58. Surat Al Mujaadilah (Wanita yang mengajukan gugatan).
Surat ini terdiri atas 22 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Mujadilah”, karena pada awal surat ini disebutkan bantahan seorang perempuan. Dinamakan pula dengan “Al Mujadalah” yang berarti pembantahan.
Kandungan surat : Tentang hukum dhihar dan sangsi-sangsi bagi orang yang melakukannya, jika ia menarik kembali perkataannya; larangan menjadikan musuh Allah sebagai teman; dan lain-lain.
59. Surat Al Hasyr (Pengusiran).
Surat ini terdiri atas 34 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Hasyr”, diambil dari perkataan Al Hasyr yang terdapat pada ayat 2 surat ini.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dan lain-lain.
60. Surat Al Mumtahanah (Perempuan yang diuji).
Surat ini terdiri atas 13 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Mumtahanah”. Diambil dari perkataan Famtahi nuuhunna yang terdapat pada ayat 10 surat ini.
Kandungan surat : Tentang larangan mengabaikan hubungan persahabatan dengan orang-orang kafir yang memusuhi islam; hukum perkawianan bagi orang-orang yang pindah agama; dan kisah Nabi Ibrahim as bersama kaumnya.
61. Surat Ash Shaff (Barisan).
Surat ini terdiri atas 14 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Ash Shaff”. Diambil dari perkataan  Shaffan yang terdapat pada ayat 4 surat ini.
Kandungan surat : Tentang Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah; anjuran berijtihad di jalan Allah; para pengikut Nabi Musa as dan Isa as pernah mengingkari ajaran-ajaran nabi mereka; ampunan Allah dan surge yang dapat dicapai dengan iman dan berjuang menegakkan kalimah Allah dengan harta dan jiwa.
62. Surat Al Jumu’ah (Hari Jum’at).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Jumu’ah”. Diambil dari perkataan Jumu’ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini. Kandungan surat : Tentang penjelasan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada umumnya; ajakan kepada orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
63. Surat Al Munaafiquun (Orang-orang Munafik).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Munaafiquun”. Karena surat ini mengungkapkan sifat-sifat orang munafik.
Kandungan surat : Tentang orang-orang munafik dan sifat-sifatnya yang buruk; peringatan kepada orang-orang mukmin supaya harta benda dan anak-anaknya tidak melalaikan mereka, insaf kepada Allah dan anjuran sepaya menafkahkan sebagian rizki yang diperoleh.
64. Surat At Taghaabun (Hari ditampakkan kesalahan-kesalahan).
Surat ini terdiri atas 18 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “At Taghabun”. Diambil dari perkataan At Taghaabun yang terdapat pada ayat 9 surat ini. Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
65. Surat At Thalaaq (Talak).
Surat ini terdiri atas 12 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “At Thalaaq”, karena ayat-ayatnya kebanyakan mengenai masalah talak yang berhubungan dengan masalah itu.
Kandungan surat : Tentang hukum-hukum talak, iddah dan kewajiban masing-masing suami dan istri dalam masa-masa talak dan iddah; perintah kepada orang-orang mukmin supaya bertaqwa kepada Allah yang telah mengutus seorang Rasul yang memberi petunjuk kepada mereka.
66. Surat At Tahrim (Mengharamkan).
Surat ini terdiri atas 12 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “At Tahrim, karena pada awal surat ini terdapat kata Tuharrim yang asal katanya at Tahriim.
Kandungan surat : Tentang keimanan, hukum-hukum, dll.
67. Surat Al Mulk (Kerajaan).
Surat ini terdiri atas 30 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Mulk”, diambil dari kata Al Mulk yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Dinamakan pula dengan “At Tabarak”, yang berarti Maha Suci.
Kandungan surat : Tentang hidup dan mati adalah ujian bagi manusia; Allah menciptakan langit berlapis-lapis dan semua ciptaan-Nya mempunyai keseimbangan; perintah Allah untuk memperhatikan isi alam semesta; adzab Allah yang diancamkan kepada orang-orang kafir, dan janji Allah kepada orang-orang mukmin; peringatan Allah kepada manusia tentang sedikitnya mereka yang bersyukur kepada nikmat Allah.
68. Surat Al Qalam (Kalam).
Surat ini terdiri atas 52 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Qalam”, diambil dari kata Al Qalam yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Dinamakan pula dengan “Nun” (Khuruf  “nun”).
Kandungan surat : Tentang Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang berbudi pekerti yang agung; larangan bertoleransi dibidang kepercayaan; larangan mengikuti orang-orang yang mempunyai sifat-sifat yang di cela Allah; kecaman Allah terhadap mereka yang ingkar; dan Al-Qur’an adalah peringatan bagi seluruh umat.
69. Surat Al Haaqqah (Hari kiamat).
Surat ini terdiri atas 52 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Haaqqah”, diambil dari kata Al Haaqqah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang adzab yang ditimpakan kepada kaum Tsamud, Aad, Fir’aun, kaum Nuh dan kaum-kaum sebelum mereka yang mengingkari rasul-rasul mereka pada hari kiamat; kejadian-kejadian pada hari kiamat dan hari berhisab; penegasan Allah bahwa Al-Qur’an itu benar-benar wahyu Allah.
70. Surat Al Ma’arij (Tempat-tempat Naik).
Surat ini terdiri atas 44 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Ma’arij”, diambil dari kata Al Ma’arij yang terdapat pada ayat ke tiga surat ini.
Kandungan surat : Tentang perintah bersabar kepada Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi ejekan-ejekan dan keingkaran orang-orang kafir; kejadian-kejadian pada hari kiamat; adzab Allah tak dapat membawa manusia ke martabat yang tinggi; peringatan Allah akan mengganti kaum yang durhaka dengan kaum yang lebih kuat.
71. Surat Nuh
Surat ini terdiri atas 28 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Nuh”, dinamakan surat Nuh karena surat ini seluruhnya menjelaskan dakwah dan do’a Nabi Nuh as.
Kandungan surat : Tentang ajakan Nabi Nuh as. kepada kaumnya untuk beriman kepada Allah SWT serta bertobat kepada-Nya; perintah memperhatikan kejadian alam semesta; dan kejadian manusia yang merupakan manifestasi kebesaran Allah; siksaan Allah di dunia dan akhirat bagi kaum Nuh yang tetap kafir; do’a Nabi Nuh as.
72. Surat Al Jin (Jin).
Surat ini terdiri atas 28 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Jin”, diambil dari kata Al Jin yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Pengetahuan tentang jin diperoleh Nabi Muhammad SAW dengan jalan wahyu; pernyataan iman segolongan jin kepada Allah; jin ada yang mukmin ada yang kafir; janji Allah kepada jin dan manusia untuk melimpahkan rezki-Nya kalau mereka mengikuti jalan yang lurus; janji perlindungan Allah terhadap Nabi Muhammad SAW dan wahyu yang dibawanya.
73. Surat Al Muzzammil (Orang yang berselimut).
Surat ini terdiri atas 20 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Muzzammil”, diambil dari kata Al Muzzammil yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud dengan orang yang berselimut ialah Nabi Muhammad SAW.
Kandungan surat : Tentang petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan oleh Rasulallah SAW untuk menguatkan rohani guna persiapan menerima wahyu, yaitu dengan bangun malam hari untuk shalat tahajjud, membaca Al-Qur’an dengan tartil; bertasbih dan bertahmid; perintah bersabar terhadap celaan orang-orang yang mendustakan Rasul.
74. Surat Al Muddatstsir.
Surat ini terdiri atas 56 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Muddatstir”, diambil dari kata Al muddatstir yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang perintah untuk mulai berdakwah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah; Allah akan mengadzab orang-orang yang menentang Nabi Muhammad SAW dan mendustakan Al-Qur’an.
75. Surat Al Qiyamah (Hari kiamat).
Surat ini terdiri atas 40 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Qiyamah”, diambil dari kata Al Qiyamah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang kepastian terjadinya hari kiamat dan huru hara yang terjadi padanya; jaminan Allah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dalam dada Nabi SAW; celaan Allah terhadap orang-orang musyrik yang lebih mencintai dunia dan meninggalkan akhirat; keadaan manusia di waktu sakaratul maut.
76. Surat Al Insaan (Manusia).
Surat ini terdiri atas 31 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah. Dinamakan surat “Al Insaan”, diambil dari kata Al Insan yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang penciptaan manusia; petunjuk-petunjuk untuk mencapai kehidupan yang sempurna dengan menempuh jalan yang lurus; bersabar dalam menjalankan hukum Allah; memeberi makan orang miskin dan anak yatim serta orang yang ditawan karena Allah; dan lain-lain.
77. Surat Al Mursalat (Malaikat-malaikat yang diutus).
Surat ini terdiri atas 50 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Mursalat”, diambil dari kata Al Mursalat yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang penegasan Allah bahwa semua yang dicamkan-Nya pasti terjadi; peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum hari berbangkit; peringatan Allah akan kehancuran umat-umat yang terdahulu yang mendustakan Nabi-nabi dan asal kejadian manusia; keadaan orang kafir dan orang mukmin di hari kiamat; dan lain-lain.
78. Surat An Nabaa’ (Berita Besar).
Surat ini terdiri atas 40 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “An Nabaa’”, diambil dari kata An Nabaa’ yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Dinamakan juga dengan “Amma Yatasaa aluun”, diambil dari perkataan amma yatasaa aluun yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang pengingkaran orang-orang musyrik terhadap adanya hari kebangkitan dan ancaman Allah terhadap sikap mereka itu; peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kebangkitan; penyesalan orang kafir dihari kiamat, dll.
79. Surat An Naazi’aat (Malaikat-malaikat yang mencabut).
Surat ini terdiri atas 46 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “An Nazi’at”, diambil dari kata An Nazi’at yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Dinamakan juga dengan “Ath Thaammah”, diambil dari ayat 34 surat ini.
Kandungan surat : Tentang penegasan Allah tentang adanya hari kiamat dan sikap orang-orang musyrik terhadapnya; manusia tidak dapat mengetahui kapan terjadinya hari kiamat; kisah Nabi Musa as dengan Fir’aun.
80. Surat Abasa ( Ia Bermuka Masam).
Surat ini terdiri dari 42 ayat, termasuk golongan surat makiyyah dinamakan surat “Abasa”. Diambil darii perkataan Abasa yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : tentang dalil-dalil keesaan Allah: keadaan manusia pada hari kiamat: cercaan Allah kepada manusia yang tidak menyukuri nikmat-Nya.
81. Surat At Takwiir (Menggulung).
Surat ini terdiri atas 29 ayat,tergolong surat Makiyyah Dinamakan “At Takwiir”, diambil dari kata Kuwwirat yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
kandungan surat : Tentang kegoncangan-kegoncangan yang terjadi pada hari kiamat; pada hari kiamat setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia; penegasan atas kenabian Muhammad SAW: suksesnya manusia dalam mencapai kehidupan yang benar tergatung kepada taufik dari Allah.
82. Surat Al Infithaar (Terbelah).
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat Makiyah. Dinamakan  surat “ Al Infithaar”, diambil dari kata Infatharat yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kiamat; peringatan kepada manusia agar tidak  terpedaya sehingga durhaka kepada Allah: adanya malaikat yang selalu menjaga dan mencatat segala amal perbuatan manusia: pada hari kiamat manusia tidak dapat menolong orang lain.
83. Surat Al Muthaffifiin ( Orang-orang yang Curang).
Surat ini terdiri atas 36 ayat. Termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “ Al Muthaffifiin”, diambil dari perkataan Muthaffifiin yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang mengurangi dalam  timbangan,, ukuran dan takaran; catatan kejahatan manusia dicantumkan dalam sijjin sedang catatan kebajikan manusia dicantumkan dalam illiyyin; balasan dan macam-macam kenikmatan bagi orang yang melakukan kebajikan.
84. Surat Al Insyiqaaq (Terbelah).
Surat ini terdiri atas 25 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Insyiqaaq”, diambil dari perkataan  Insyiqqat yang terdapat pad permulaan ayat ini.
Kandungan surat: Tentang peristiwa-peristiwa pada permulaan terjadinya hari kiamat; peringatan bahwa manusia bersusah payah menemui Tuhannya; tingkat-tingkat kejadian dan kehidupan manusia di duniadan akhirat.
85. Surat Al Buruuj (Gugusan Bintang).
Surat ini terdiri atas 22 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al-Buruuj”, diambil dari perkataan Al Buruuj yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang sikap dan tindakan-tindakan orang yang mengikuti seruan para rasul; bukti kekuasaan dan keesaan Allah; isyarat dari Allah bahwa orang-orang mekah akan ditimpa adzab sebagaimana kaum Fir’aun dan Tsamud telah ditimpa adzab; jaminan Allah terhadap kemurnian Allah.
86. Surat Ath Thaariq (Yang datang dimalam hari).
Surat ini terdiri atas 17 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Ath Thaariq”, diambil dari perkataan Ath Thaariq yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang tiap-tiap jiwa selalu dipelihara dan diawasi Allah; merenungkan asal kejadian dir sendiri yaitu dari air mani akan menghilangkan sifat sombong dan tajabur; Allah kuasa menghidupkan manusia kembali pada hari kiamat; Al Qur’an adalah pemisah antara yang hak da yang bathil.
87. Surat Al A’laa (Yang paling tinggi).
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al A’laa”, diambil dari kata Al A’laa yang terdapat pada ayat pertama.
Kandungan surat: Tentang perintah Allah untuk bertasbih dengan menyebut nama-Nya; Nabi Muhammad SAW sekali-kali tidak lupa pada ayat-ayat yang dibacakan kepadanya; jalan-jalan yang menjadikan orang sukses hidup di dunia dan akhirat; Allah menciptakan, menyempurnakan ciptaan-Nya menentukan kadar-kadar, member petunjuk dan melengkapi keperluan-keperluannya sehingga tercapai tujuannya.
88. Surat Al Ghaasyiyah (Hari Pembalasan).
Surat ini terdiri atas 26 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan surat “Al Ghaasyiyah”, diambil dari perkataan Al Ghaasyiyah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang keterangan tentang orang-orang kafir pada hari kiamat dan adzab yang dijatuhkan atas mereka; keterangan tentang orang-orang yang beriman serta keadaan surge yang di berikan kepada mereka sebagai balasan; perintah untuk memperhatikan keajaiban ciptaan-ciptaan Allah.
89. Surat Al Fajr (Fajar).
Surat ini terdiri atas 30 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Fajr”, diambil dari kata  Al Fajr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang sumpah Allah bahwa adzab-Nya terdapat orang-orang kafir tidak akan dapat dielakkan; beberapa contoh dari umat-umat yang sudah dibinasakan; celaan terhadap orang-orang yang tidak mau memelihara anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin.
90. Surat Al Balad (Negeri).
Surat ini terdiri atas 20 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Balad”, diambil dari kata  Al Balad yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud dengan kota disini adalah kota Mekah.
Kandungan surat: Tentang manusia diciptakan Allah untuk berjuang menghadapi kesulitan; manusia tidak boleh terpedaya oleh kekuasaan dan harta benda yang banyak telah dibelanjakannya; beberapa peringatan kepada manusia atass beberapa nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya.
91. Surat Asy Syams (Matahari).
Surat ini terdiri atas 15 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Asy Syams”, diambil dari kata  Asy Syams yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kamdungan surat: Tentang kehancuran kaun Tsamud karena kedurhakaannya kepada Allah; pemberitahuan Allah kepada manusia jalan ketaqwaan dan jalan kekafiran; manusia mempunyai kebebasan memilih antara dua jalan itu.
92. Surat Al Lail (Malam).
Surat ini terdiri atas 21 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Lail”, diambil dari kata  Al Lail yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang usaha manusia yang berlainan; orang yang suka berdema, bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang baik dimudahkan Allah baginya; orang yang bakhil merasa dirinya cukup dan mendustakan adanya pahala yang baik.
93. Surat Adl Dluha (Waktu matahari sepengalahan naik).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Adl Dluha”, diambil dari kata  Adl Dluha yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Muhammad SAW atas kehidupan beliau dan dakwahnya; larangan menghina anak yatim dan menghardik orang-orang yang meminta-minta dan perintah menyebut nikmat yang diberikan Allah sebagai tanda bersyukur.
94. Surat Alam Nasyrah (Bukankah Kami telah melapangkan).
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Alam Nasyrah”, diambil dari kata  Alam Nasyrah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang penegasan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW; pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan.
95. Surat At Tin (Buah Tin).
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “At Tin”, diambil dari kata  At Tin yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang manusia makhluk yang baik rohaniah dan jasmaniah, tetapi mereka akan dijadikan orang yang amat rendah jika tidak beriman dan beramal shaleh; Allah Adalah Hakim Yang Maha Adil.
96.Surat Al Alaq (Segumpal Darah).
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Ayat 1-5 ayat ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan. Dinamakan “Al Alaq”, diambil dari kata  Al Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini.
Kandungan surat : Tentang perintah membaca Al-Qu’an; manusia dijadikan dari segumpal darah; Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan; manusia bertindak melampaui batas karena merasa dirinya serba cukup; ancaman Allah terhadap orang-orang kafir yang menghalag-halangi kaum muslimin melaksanakan perintahnya.
97. Surat Al Qadr (Kemuliaan).
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Qadr”, diambil dari kata  Al Qadr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang Al Qur’an mulai diturunkan pada malam Lailatul Qadr, yang nilainya lebih dari seribu bulan; para malaikat dan jibril turun kedunia padda malam Lailatul Qadr untuk mengatur segala urusan.
98. Surat Al Bayyinah (Bukti yang nyata).
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Bayyinah”, diambil dari kata  Al Bayyinah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandunga surat : Tentang pernyataan ahli kitab dan orang-orang musyrik bahwa mereka akan tetap dalam agamanya masing-masing sampai datang Nabi yang telah dijanjikan oleh Tuhan.
99. Surat Az Zalzalah (Kegoncangan).
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Az Zalzalah”, diambil dari kata  Zilzal yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang kegoncangan bumi yang amat hebat pada hari kiamat dan kebingungan manusia ketika itu; manusia pada hari kiamat itu dikumpulkan untuk dihisab segala amal perbuatan mereka.
100. Surat Al ‘Aadiyaat (Kuda perang yang berlari kencang).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al ‘Aadiyaat”, diambil dari kata  Al ‘Aadiyaat yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang ancaman Allah SWT kepada manusia yang ingkar an yang sangat mencintai harta benda bahwa mereka akan mendapat balasan yang setimpal ketika mereka dibangkitkan dari kubur dan ketika isi dada mereka ditampakkan.
101. Surat Al Qaari’ah (Hari Kiamat).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Qaari’ah”, diambil dari kata  Al Qaari’ah yang terdapat pada ayat pertama surat ini, artinya yang mengetok dengan kertas, kemudian kata ini dipakai untuk nama harikiamat.
Kandungan surat : Tentang kejadian-kejadian pada hari kiamat yaitu manusia bertebaran, gunung berhamburan, amal perbuatan manusia ditimbang dan di batasi.
102. Surat At Takaatsur (Bermegah-megahan).
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “At Takaatsur”, diambil dari kata  At Takaatsur yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang keinginan manusia untuk bermegah-megahan dalam soal dunia; sering melalaikan manusia dan tujuan hidupnya. Dia baru menyadari kesalahannya itu setelah maut mendatanginya: manusia akan ditanya  di akhirat tentang nikmat yang di bangga-banggakannya itu.
103. Surat Al Ashr (Masa).
Surat ini terdiri atas 3 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Ashr”, diambil dari kata  Al Ashr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat: Tentang keberadaan manusia dalam kerugian apabila dia tidak mengisi waktunya dengan perbuatan-perbuatan baik.
104. Surat Al Humazah (Pengumpat).
Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Humazah”, diambil dari kata  Al Humazah yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandunga surat : Tentang ancaman Allah terhadap orang-orang yang suka mencela orang lain, suka mengumpat dan suka mengumpulkan harta tetapi tidak menafkahkannya di jalan Allah.
105. Surat Al Fiil (Gajah).
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Fiil”, diambil dari kata  Al Fiil yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang cerita pasukan bergajah yang diadzab oleh Allah SSWT dengan mengirimkan sejenis burung yang menyerang mereka sampai binasa.
106. Surat Quraisy (Suku Quraisy).
Surat ini terdiri atas 4 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Quraisy”, diambil dari kata  Quraisy yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang peringatan kepada orang Quraisy mengenai nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada mereka karena itu mereka diperintahkan untuk menyembah Allah.
107. Surat Al Maa’un (Barang-barang yang berguna).
Surat ini terdiri atas 7 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Maa’un”, diambil dari kata  Al Maa’un yang terdapat pada ayat 7 surat ini.
Kandungan surat : Tentang beberapa sifat manusia yang dipandang sebagai mendustakan shalat dengan lalai dan riya’.
108. Surat Al Kautsar (Nikmat yang banyak).
Surat ini terdiri atas 3 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Kautsar”, diambil dari kata  Al Kautsar yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang nikmat yang banyak yang dilimpahkan. Karena itu shalatlah dan berkorbanlah; Nabi Muhammad SAW akan mempunyai pengikut yang banyak sampai hari kiamat dan akan mempunyai nama yang baik di dunia dan di akhirat, tidak sebagai yang dituduhkan pembenci-pembencinya.
109. Surat Al Kaafirun (Orang-orang kafir).
Surat ini terdiri atas 6 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Kaafirun”, diambil dari kata  Al Kaafirun yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang pernyataan bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad SAW dan pengikut-pengikutnya bukanlah apa yang disembah oleh orang-orang kafir,dan Nabi Muhammad SAW tidak akan menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
110. Surat An Nashr (Pertolongan).
Surat ini terdiri atas 3 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “An Nashr”, diambil dari kata  An Nashr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang janji bahwa pertolongan Allah akan datang dan Islam akan mendapat kemenangan; perintah dari Tuhan agar bertasbih memuji-Nya, dan minta ampun kepada-Nya disaat terjadi peristiwa yang menggermbirakan.
111. Surat Al Lahab (Gejolak Api).
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Lahab”, diambil dari kata  Lahab yang terdapat pada ayat 3 surat ini.
Kandunga surat : Tentang cerita Abu Lahab dan Istrinya yang menentang Rasul SAW keduanya akan celaka dan masuk neraka. Harta Abu Lahab tak berguna untuk keselamatannya demikian pula segala usaha-usahanya.
112. Surat Al Ikhlas (Memurnikan ke-Esaan Allah).
Surat ini terdiri atas 4 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Ikhlas”, karena surat ini sepenuhnya menegaskan kemurnian ke-Esaan Allah SWT.
Kandungan surat : Penegasan tentang kemurnian ke-Esaan Allah SWT dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya.
113. Surat Al Falaq (Waktu Subuh).
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “Al Falaq”, diambil dari kata  Al Falaq yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang perintah agar kita berlindung kepada Allah SWT dari segala macam kejahatan.
114. Surat An Naas (Manusia).
Surat ini terdiri atas 6 ayat, termasuk golongan surat Makiyyah. Dinamakan “An Naas”, diambil dari kata  An Naas yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Kandungan surat : Tentang perintah kepada manusia agar berlindung kepada Allah dari segala macam kejahatan yang datang ke dalam jiwa manusia dari jin dan manusia.

3.3   Kedudukan Al-Qur’an
1. Kitabul Naba wal Akhbar (Kitab berita dan kabar)
 Dalam Al Qur’an terdapat kabar berita tentang masa depan yaitu Yaumul Akhir, dan juga cerita-cerita masa lampau, seperti cerita nabi-nabi dan orang-orang sholeh dan juga kaum yang ingkar. Kita banyak mendapati di dalamnya tentang hal-hal yang ghoib, persoalan maut, kiamat dan kedasyatannya dan lain-lain. Berita-berita tentang masa lalu dapat digunakan sebagai ibrah, sedangkan berita tentang masa depan merupakan peringatan dan mendorong untuk lebih giat dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Kitabul Hukmi wa Syariat (Kitab hukum syariat)
 Al Qur’an juga berisi hukum-hukum syariat yang harus dijalankan untuk mewujudkan kemashalatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al Qur’an menerangkan hukum ke dalam empat sistem, yaitu ; bersikap tegas dan tidak memungkinkan adanya ijtihad, seperti sholat, zakat, puasa dan zina. Diantara keistimewaan syariat yang disebutkan di dalam Al Qur’an, bahwa ia merupakan syariat yang mudah dan sederhana, melepaskan dari belenggu dan beban seperti yang terjadi pada umat-umat sebelumnya.
 3. Kitabul Jihad (Kitab Jihad)
 Al Qur’an menekankan beberapa persoalan penting dan salah satunya adalah masalah jihad. Al Qur’an menyeru umat muslim agar berjihad seperti menghindar dari melampaui batas, batas-batas jihad, kemulian bagi mujahidin, kecaman terhadap mereka yang tertinggal dari medan jihad, lari dari jihad, sistem jihad dan aturannya, sholat dan peperangan, peperangan dalam bulan haram, bai’ah, tawanan dan sebagainya.
4. Kitabul Tarbiyah (Kitab Tarbiyah)
 Al Qur’an mendidik jiwa-jiwa manusia menjadi jiwa-jiwa yang mempunyai kemuliaan diri, mandiri, bebas dari penghambaan sesame makhluk, bermasyarakat, beradab dan tahu nilai-nilai murni sebagai manusia yang berperan sebagai khairu ummah.
5. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)
 Allah memerintahkan agar manusia menerima Al Qur’an dengan tidak ragu-ragu, dan meyakini kebenarannya, sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
 “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. (QS As-Sajdah : 23).
 Al Qur’an merupakan petunjuk, cahaya, tuntunan hidup manusia, yang akan menghantarkan setiap manusia dari kegelapan menuju terang, dari jahil menuju cahaya iman.
6. I’jaz Ilmi
 Menurut Al Ghazali Ilmu-dalam artian akademis-bukanlah objek Al-Qur’an. Tetapi yang menjadi objek Al-Qur’an adalah manusia. Manusia merupakan objek formal dan ilmu merupakan objek material. Al Qur’an merupakan I’jaz ilmi karena ia menempatkan manusia ditengah etos ilmu dan membuka pintu-pintunya untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
 Al Qur’an merupakan kitab yang berisikan petunjuk bagi manusia dengan banyak bukti yang diungkapkannya. Al-Qur’an tentang alam dan manusia sejalan dengan ilmu, sebab objek ilmu adalah alam dan manusia. Maka adanya keparalelan objek tersebut sejalan antara Al Qur’an dengan ilmu.
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam. Dalil naqli bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang pertama dan utama antara lain QS.An-Nisa, 4:59, QS. An-Nisa, 4:105, dan hadis.
3.4   Fungsi Al-Qur’an
a.       Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia
Hidup manusia di muka bumi bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Setiap orang memiliki penilaian tentang kebahagiaan yang hendak dicapainya, sesuai dengan pandangan dasarnya dalam melihat kehidupan. Kaum materialistis yang memandang hidup sebagai materi, mengarahkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan materialnya,  berupa kekayaan dan lain-lain yang bersifat material. Kebahagiaan bagi mereka terdapat pada banyaknya materi yang diperoleh.
Al-Qur’an memberikan petunjuk ke arah pencapaian kebahagiaan yang hakeki, yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan yang hendak dicapai bukanlah kebahagiaan berdasarkan perkiraan pikiran manusia saja, melainkan kebahagiaan yang abadi. Bagaimana kebahagiaan abadi itu dicapai, Al-Qur’an memberikan petunjuk yang jelas, yaitu meletakkan seluruh aspek kehidupan dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT. Firman Allah:
نِ لِيَعْبُدُو إِلَّا وَالْإِنْسَ  الْجِنّ  خَلَقْتُ مَا وَ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Zariyat, 51:56)
Apabila hidup telah diletakkan dalam penghambatan yang mutlak kepada Allah, maka ridha Allah akan turun dan kebahagiaan yang hakiki akan dapat dicapai.
b.      Al-Qur’an memberikan penjelasan tehadap segala sesuatu
Al-Qur’an diturunkan Allah ke muka bumi untuk memberikan penjelasan tentang segala sesuatu, sehingga manusia memiliki pedoman dan arahan yang jelas dalam melaksanakan tugas hidupnya sebagai makhluk Allah.
شَيْءٍ مِنْ الْكِتَابِ فِي فَرَّطْنَا  مَا
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. (QS. Al-An’am,6:38).
Berdasarkan ayat di atas tampak bahwa Al-Quran berfungsi memberikan penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Segala sesuatu bukanlah apa saja yang ada di bumi ini dijelaskan oleh Al-Qur’an, karena Al-Qur’an bukan kamus atau ensyclopedi, tetapi Al-Qur’an memberikan dasar-dasar yang bersifat global dan mendasar. Oleh karena itu, manusia didorong untuk mengembangkan kemampuannya dalam menggali isi pesan yang terkandung di dalamnya. Hal ini berarti pada dalam Al-Qur’an telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, dan pokok-pokok segala sesuatu yang dapat membawa manusia kearah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah menjelaskan dalam ayat lain:
لِلْمُسْلِمِينَ وَبُشْرَى وَرَحْمَةً وَهُدًى شَيْءٍ لِكُلِّ تِبْيَانًا الْكِتَابَ عَلَيْكَ وَنَزَّلْنَا
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(QS. An-Nahl, 16:89)
Dalam ayat tersebut dikemukakan pula bahwa Al-Qur’an berfungsi memberikan petunjuk, rahmat, dan menyampaikan kabar gembira kepada manusia yang berserah diri. Al-Qur’an menjelaskan apa yang tidak diketahui manusia, seperti hal-hal gaib. Member petunjuk berarti membinmbing dan mengarahkan manusia pada tujuan yang seharusnya dicapai dalam kehidupannya, sehingga tidak salah dalam memilih jalan yang akan ditempuhnya, yaitu mencapai keridhaan Allah Swt. Memberi rahmat adalah Al-Qur’an membawa manusia kedalam kasih sayang Allah, sehingga apa yang dilakukan manusia senantiasa berada dijalan yang disenangi Allah. Bagi alam lingkungannya, manusia menjadi subyek yang memberikan manfaat melalui kasih sayang yang menjadi pendorongnya.
Adapun maksud dengan kabar gembira adalah bahwa Al-Qur’an memberikan harapan-harapan masa depan bagi orang-orang yang beriman, tunduk, dan patuh kepad aturan Allah, yaitu janji Allah untuk memberikan kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara. Seorang muslim dapat hidup optimis dan tidak putus asa dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Ini juga merupakan kabar gembira bagi orang yang beriman, bahwa iman dan perbuatan baik mereka akan di balas dengan surga yang penuh nikmat.   
c.       Al-Qur’an sebagai penawar jiwa yang haus (syifa)
Al-Qur’an juga berfungsi sebagai obat (penawar) bagi manusia. Sebagaimana firman Allah:
خَسَارًۙ إِلَّا الظَّالِمِينَ يَزِيدُ وَلَا ۙلْمُؤْمِنِينَا لِ وَرَحْمَةٌ شِفَاءٌ هُوَ مَا الْقُرْآنِ مِنَ وَنُنَزِّلُ
 “Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (QS. Al-Israa, 17:82)
Syifa artinya obat, penawar atau penyembuh sasaran dari penyembuhan ini adalah hati, yaitu memberikan penyembuhan terhadap segala penyakit hati yang membuat manusia menderita penyakit rohaniah. Penyakit ini dapat menghinggapi manusia setiap saat dalam bentuk kecemasan, kegelisaan, dan kekecewaan yang dapat mengakibatkan kekosongan dan kegoncangan jiwa. Disini Al-Qur’an dapat menjadi factor penyembuh batin, penawar dari kehausan ruhaniah, serta memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Sebagian besar masyarakat zaman sekarang memperlakukan Al-Qur’an berbeda sama sekali dengan tujuan penurunan Al-Qur’an sebenarnya. Sebagian diantara mereka menyampul Al-Qur’an dengan bagus dan menyimpannya pada dinding rumah yang hanya dibaca sekali-sekali. Sebagian lagi ada yang menjadikan Al-Qur’an sebagi jmat yang dianggap sebagai penangkal gangguan makhluk jahat. Atau dijadikan semacam isim untuk menentukan keberuntungan seseorang. Tentu hal ini, kekeliruab terbesar yang menimpa sebagian umat islam. Akibatnya, umat islam tidak mendapatkan manfaat yang signifikan dari hadirnya Al-Qur’an.
Jika kita membaca proses kesejarahan turunya Al-Qur’an, maka Al-Qur’an sebenarnya petunjuk manusia hidup di dunia. Al-Qur’an bukan petunjuk untuk hidup di akhirat, karena akhirat merupakan hasil dari kehidupan di dunia. Jika ada yang menganggp Al-Qur’an untuk akhirat, maka perlu diluruskan. Sebab pandangan ini akan enggiring manusia memperlakukan Al-Qur’an sesuatu yang dibaca teksnya agar dapat pahala untuk di akhirat. Akses langsung memahami Al-Qur’an yang kemudian merumuskan segala kepentingan hidup manusia di dunia menjadi terabaikan. dari sini muncul penilaian, agama islam yang berdasarkan Al-Qur’an tidak dapat menyelesaikan problematika hidup manusia. padahal, manusianya yang sempit memahami petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. disini sebenarnya memerlikan tafsir-tafsir yang langsung berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan, fakta-fakta, kejadian-kejadian dalam situasi zaman sekarang. mengubah penafsiran lama tidak perlu lagi merasa takut berdosa. kita justru harus takut kalau hidup kita sekarang ini tidak memahami paradigma Al-Qur’an.
pada zaman Nabi masih hidup, Al-Qur’an adalah petunjuk hidupnya. jika ditanya Akhlak Rasulullah, maka jawabnya adalah Al-Qur’an. akhlak adalah segala perilaku manusia meliputi perilaku politik,sosial,ekonomi,pendidikan,bubaya, dan agama itu sendiri. Nabi berhasil membangun perilaku manusia menuju mulia berdasarkan Al-Qur’an. jadi, Al-Qur’an berperan sebagai petunjuk hidup manusia.
Allah telah menurunkan kepada Nabi Muhammad Saw. ayat-ayat yang memberi penerangan, contoh-contoh kehidupan orang terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa (QS Al-Nur [24]: 34). turunya Al-Qur’an tidak ada keraguan padanya, dari Allah semesta alam. itulah kebenran, agar Nabi Muhammad Saw. memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu, medah-mudahan mereka memberi petunjuk (QS Al-Sajdah[32]:2-3). Maha suci Allah yang telah menurunkan al-furqan kepada hamba-Nya. agar dia ( Nabi Muhammad ) menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (QS Al-Furqan [25]:1). Inilah ayat-ayat Al- Qur’an yang menerangkan  (QS. Asy-Syu’ara [26]: 2). Ayat-ayat Al-Qur’an adalah ayat-ayat kitab yang menjelaskan untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman (QS. Al-Naml [27]:1-2). Sesengguhnya dalam Al-Qur’an itu terdpat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman (QS. Al-Ankabut [29] :51).
Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu (QS. Al-Ankabut [29] :49). Al-Qur’an dihafal turun-temurun oleh banyak kaum muslimin dan dipahami oleh mereka. Orang kafir bertanya-tanya: Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad sekali turun saja? Allah menjelaskan, tujuannya Al-Qur’an trurun secara berangsur-angsur supaya kuat dalam hati dan dibacakan teratur dan benar (tartil) (QS. Al-Furqan [25]: 32).
Syaikh Muhammad Al-Ghazali mengkritik orang yang menitikberatkan kepada bacaan Al-Qur’an, ilmu tajwid dan terpaku pada hapalan teks Al-Qur’an semata. Menurutnya, mereka tidak begitu mementingkan aspek dialogisnya sehngga mengakibatkan tertinggalnya umat islam dari bangsa-bangsa lain. Kritik ini sangat mengejutkan umat islam lainya, terutama yang sudah bisa membaca ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi kurang memahami8 makna isinya. Padahal membaca sajaa sudah mendapat pahala. Jadi, yang lebih bijak yaitu setelah kita membaca kemudian dilanjutkan dengan mengkaji isinya.
Ada yang perlu mendapat catatan berkenaan dengan pendapat Al-Ghazali di atas, yaitu kemunduran umat Islam disebabkan karena tidak memahami Al-Qur’an. Dengan kata lain dapat dikatakan, jika umat Islam ingin maj, maka pahamilah Al-Qur’an. Supaya paham Al-Qur’an kita harus berdialog terus dengan Al-Qur’an. Ketika kita berusaha memahami suatu buku, biasanya timbul inspirasi-inspirasi dari pikiran pengarang buku tersebut. Demikian pula lebih-lebih dengan Al-Qur’an, inspirasi dari pikiran Allah jauh lebih dahsyat. Tentu yang kita maksud adalah kemenangan ganda, yaitu kemajuan di dunia dan memiliki modal untuk akhirat.
Menurut Fazlur Rahman, kegagalan memahami Al-Qur’an sebagai suatu kesatupaduan yang berjalin dan menghasilkan pengetahuan yang pasti, telah mengakibatkan terjadinya bencana besar dalam lapangan pemikiran teologi. Terdapat kesalahan umum dalam memahami pokok-pokok keterpaduan Al-Qur’an, hanya berpegang pada ayat-ayat secara terpisah.
Dari dua pemikiran di atas, dapat ditarik benang merahnya, bahwa menjauhkan Al-Qur’an dapat menyebabkan terbelakangnya umat Islam. Kemudian di sisi lain juga berusaha memahami Al-Qur’an, tetapi terpisah-pisah yang mengakibatkan salah pahaman, menjadi malapetaka pemikiran. Jaddi, kita perku benar memahami Al-Qur’an secara menyeluruh.
Memahami Al-Qur’an memang tidak mudah, tetapi juga jangan dianggap terlalu sulit. Sebab, dengan membaca sambil lalu saja, kita sudah dapat menangkap gambaran sekilas tentang maksud ayat tersebut. Yng agak sulit, memahami Al-Qur’an dalam konteks menemukan hukum ketentuan, dan peranan umat islam dalam membangun peradaban dunia.
Melalui pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an kita dapat mengambil manfaat darinya dan menjalani hidup yang benar. Jadi sebelum melihat peranan Al-Qur’an, sebaiknya kita melihat peranan kita terhadap Al-Qur’an. Berkaitan dengan hal itu, timbul konsekuensi, yaitu:
1)   Al- Qur’an harus dipelajari sedemikian rupa hingga utuh menyeluruh
2)   Pemilihan ayat-ayat tertentu untuk memproyeksikan sudut pandang yang parsial, harus dihindarkan, dan
3)   Berdialog terus dengan Al-Qur’an sehingga menemukan ketuntasan dalam satu tema, dilanjutkan dengan tema lainnya dan seterusnya tanpa batas selama manusia hidup di dunia ini.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengajak manusia agar berpikir. Manusia harus memikirkan tentang dirinya, apa yang ada di alam dan kejadian dilingkungan hidup sehari-hari. Al-Qur’an memberikan wawasan yang luas dan kerangka berpikir yang jelas dalam memetakan kehidupan manusia. Kehidupan manusia di muka bumi bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Al-Qur’an memberikan petunjuk kea rah pencapaian kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan yang hendak dicapai bukanlah kebahagiaan berdasarkan pikiran pikiran manusia  saja, melainkan kebahagiaan yang abadi. Al-Qur’an diturunkan Allah ke muka bumi untuk memberikan penjelasan segala sesuatu, sehingga manusia memiliki pedoman dan arahan yang jelas dalam melaksanakan tugas hidupnya sebagai makhluk Allah. Al-Qur’an dapat memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Dengan demikian, peranan Al-Qur’an bagi manusia dapat dirinci sebagai berikut.
1.    Al-Qur’an berperan sebagai hudan li an-naas (petunjuk bagi manusia)
Al-Qur’an diturunkan pada Bulan Ramadhan untuk menjadi petunjuk bagi manusia, penjelas atas petunjuk tersebut dan pembeda antara yang haq dan bathil, (QS. Al-Baqarah [2]: 185). Berkaitan dengan peranan tersebut, Al-Qur’an merupakan rujukan utama dan pertama yang menempati posisi sentral bagi seluruh disiplin ilmu keislaman. Logis, jika Al-Qur’an mendapat perhatian besar dari umat muslim yang ingin memperoleh cahaya petunjuk, bahkan non muslim yang ingin mengenal lebih dekat agama islam. Sebab, tidak mungkin memahami islam, jika tidak memahami sumber isalam itu sendiri yaitu Al-Qur’an.
2.   Al-Qur’an berperan sebagai penjelasan segala sesuatu untuk membimbing akal manusia
Sebagai penjelas, Al-Qur’an pada pembukaannya menegaskan terlebih dahulu tidak ada keraguan di dalamnya (QS. Al-Baqarah [2]: 2). Kemudian disusul dengan penegasan pula bahwa semua hal dijelaskan dalam Al-Qur’an, (QS. Al-Annam [6] :38; An-Nahl [16]: 89). Penjelasan-penjelasan Al-Qur’an sebenarnya untuk menjadi petunjuk juga, sebab tidak mungkin orang mendapatkan petunjuk jika tidak paham petunjuk. Agar tidak paham petunjuk , perlu ada penjelasan-penjelasan.
3.  Al-Qur’an berperan sebagai obat bagi pemeliharaan jiwa manusia
Sebagai obat, Al-Qur’an dikhususkan bagi orang-orang yang beriaman, sementara bagi orang zalim tidak menjadi apa-apa kecuali kerugian ( QS. Al-isra [17]: 82). Al-Qur’an sebagai obat umumnya dipahami sebagai obat jiwa saja. Memang benar, yang pokok adalah mengobati penyakit kejiwaan. Mungkin orang dapat berpikir bahwa lebih baik sehat jiwa walaupun badan sakit, dari pada sehat badan tapi jiwa sakit (gila). Visi umat islam sebaiknya mengubah cara berfikir demikian, sebab jiwa dan raga sama-sama pentingnya. Oleh karena itu sama-sama harus dipelihara dengan baik. Orang memperindah badan tentu baik, namun perlu disertai dengan memperindah jiwa. Orang yang sudah diciptakan dengan badan yang bagus harus taat beragama. Ini kesempurnaan seseorang yang meliputi sehat jasmani, cerdas akal, dan berkualitas hatinya.

Pada suatu ketika datang seseorang kepada Ibnu Mas’ud (Sahabat Rasul) . Katanya “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat menjadiakn obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam ahir-akhir ini aku merasa tidak tentram, jiwaku gelisah, pikiranku kusut, sehingga makan yidak enak, tidurpun tak nyenyak “. Lalu Ibnu Mas’ud memberikan nasihat : “ Kalau itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu : 1. 4 orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; 2. Atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; 3. Atau engkau cari tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama ditengah malam mengerjakan shalat tahajjud, memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kebersihan hati. Jika dengan cara demikian belum juga tersembuhkan, engkau minta kepada Allah digantikan hati yang lain”.
Setelah mendapat nasihat itu orang tersesat, kembali ke rumah dan diamalkan nasihat tersebut. Dia pergi mengambil air wudhu kemudian diambilnya Al-Qur’an berubalah hatinya menjadi tenang dan tentram kegelisahan hilang dan pikiran jadi jernih.
Dari kisah di atas, dapat dipahami bahwa penyakit hati dapat menyebabkan penyakit badan. Hati yang sakit, menimbulkan tidak enak makan, kurang tidur, akhirnya dapat jatuh sakit. Sehubungan dengan itu, dalam hadist Nabi yang lain, jika hati kita sehat, maka sehatlah seluruh tubuh, tapi jika hati sakit, sakitlah seluruh tubuh. Itulah pentingnya Al-Qur’an menjadi obat jiwa yang pada gilirannya menjadi obat sakit fisik.
Sejumlah peranan Al-Qur’an di atas, sebaiknya menimbulkan refleksi dan perenungan ulang bagi umat islam apakah benar-benar sudah merasakannya atau  belum. Jika belum tentu perlu evaluasi diri.
3.5 Kodifikasi Al-Qur’an
a. Kodifikasi pada masa Rasulullah
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Ketika Nabi berada di Mekkah turun ayat-ayat yang kemudian disebut ayat Makkiyah dan pada saat Nabi berada di Madinah turun ayat-ayat yang disebut ayat Madaniyah.
Setiap ayat Al-Qur’an turun langsung dihafalkan diluar kepala oleh Nabi dan diajarkan pula kepada para sahabat dan langsung dihafalkan pula oleh mereka. Selanjutnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an disuruh pula oleh Nabi untuk mengajarkannya kepada yang lain.
Pada masa Rasul para sahabatpun menuliskan ayat yang turun pada alat-alat tulis yang mereka miliki, seperti pelepah kurma, batu-batu tipis, dedaunan, kulit binatang , kemudian disimpan di rumah Rasul.
Kodifikasi Al-Qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasul masih hidup. Pada setiap kali ayat Al Qur’an turun,Nabi memberikan petunjuk kepada para sahabat dan sekretarisnya dalam penyimpanan ayat dan surat dalam susunan ayat-ayat Al Qur’an. Nabi mengumpulkan ayat-ayat yang telah ditulis oleh para penulis wahyu dan memerintahkan Ali untuk menghimpunnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa kodifikasi  Al Qur’antelah dilakukan secara sempurna pada masa Rasulullah. Hanya,pada masa Rasul pengumpulan dalam bentuk mushaf. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya belum dilakukan, karena pada saat itu turunnya masih berlangsung yang kadang-kadand dari surat tertentu tersela oleh turunnya ayat-ayat dari surat lain, sebelum atau sesudah surat tersebut. Kemudian wahyu turun yang terdiri atas ayat-ayat yang merupakan bagian dari surat pertama, hingga akhirnya sempurna wahyu diturunkan.
Setelah wahyu diturunkan secara sempurna tidak lama kemudian Rasulullah wafat, yaitu pada tahun diturunkannya ayat Al-Qur’an. Rupanya tidak cukup waktu untuk mengumpulkan tulisan dan menyusun Al-Qur’an dalam satu mushaf. Namun demikian, sebelum wafat Rasulullah mengumumkan kepada sejumlah sahabat tentang penyusunan Al-Qur’an, sehingga para huffadz ( penghapal Al-Qur’an) bias membacanya secara sempurna tidak tersusun sebagaimana yang diperintahkan Rasul melalui pengajaran Jibril pada penurunan wahyu yang terakhir. Hal ini menjadi jaminan tersusunnya Al-Qur’an dalam satu mushaf.
b. Kodifikasi pada masa para khalifah
Pada masa sahabat, Al-Qur’an sudah tertulis, tetapi belum terkumpul dalam satu mushaf, ayat-ayat itu masih berserakan. Pada masa kekhalifahan abu bakar RA, umar bin khatab menyarankan agar Al-Qur’an di tulis dan di kumpulkan dalam satu mushaf. Pada awalnya abu bakar menolak dengan alasan rasull pun tidak melakukannya. Setelah keperluan itu dirasakan mendesak apa lagi setelah terjadinya peperanga-peperangan melawan orang-orang murtad yang banyak menewaskan para penghafal Al-Qur’an, abu bakar memerintahkan ali bin ali thalib, zaid bin tsabit, dan umayah bin kaab serta utsman bin affan untuk menulis dan membukukannya. Setelah di susun, mushaf itu di simpan oleh abubakar hingga wafat. Kemudian di pegang oleh umar bin khatab, setelah umarwafat di simpan oleh hafsah binti umar.
Khalifah utsman mengadakan mushaf Al-Qur’an menjadi 5 buah. Beliau mengirimkannya keberbagai daerah sbagai rujukan dan dasar pemerintahan di daerah-daerah kedaulatan islam. Sejak saat itu mushaf Al-Qur’an tersebut menjadi rujukan bagi penulis mushaf selajutnya, dan tersebar keseluruh dunia islam sampai sekarang . Al-Qur’an tersebar di seluruh dunia, tidak terdapat perbedaan di dalamnya dari mushaf terdahulu.
c.       Masa turunya Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan selama masa 23 tahun yang terbagi dalam dua masa, yaitu :
1.      Masa Makiyyah, yaitu masa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.
Ciri-ciri ayat Makiyyah :
a.       Ayat-ayat dan suratnya pendek-pendek, nada bahasanya keras dan bersajak.
b.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah.
c.       Setiap surat yang di dalamnya lafadh “kalla”.
d.      Setiap surat yang diawali dengan kalimat (wahai manusia), kecuali surah Al-Hajj ayat 77.
e.       Setiap surat yang terdapat kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu, keculi surat Al-Baqarah.
f.       Setiap surat yang dimulai dengan huruf tahajji (huruf abjad) seperti : Alim Lam Ra, Alif Lam Mim Ra, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali-Imran.
g.      Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menggambarkan keadaan surge dan neraka.
h.      Mengajar manusia berakhlak mulia dan berjalan di atas jalan yang benar.
i.        Terdapat banyak lafadh sumpah.

2.      Masa Madaniyyah, yaitu masa turunnya ayat-ayat Al-Qura’n di madinnah atau sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke madinah.
Cirri-ciri ayat-ayat Madaniyyah :
a.       Ayat-ayat atau suratnya panjang-panjang.
b.      Sebagian ayat atau surat diawali dengan kalimat : (Hai orang-orang yang beriman)
c.       Gaya bahasanya sangat jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.
d.      Setiap surat yang mengandung izin berijtihad atau menjelaskan tentang perang dan hukumnya.
e.       Setiap surat yang menjealaskan tentang hukum pidana secara terperinci.
f.       Setiap surat yang menjelaskan tentang masalah social kemasyarakatan.
g.      Setiap surat yang menyinggung hal ihwal orang munafik, kecuali surat Al-Ankabut mulai ayat ke-12 dan seterusnya.
h.      Setiap surat yang membantah tata cara keagamaan ahlul hitam dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan menjalankan agamanya.
i.        Menunjukan secara rinci bukti-bukti atau dalil-dalil yang menunjukkan hakekat-hakekat keagamaan.

d.      Cara Al-Qur’an diturunkan
Cara turunnya Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syuura ayat 51:
Berdasarkan ayat tersebut si atas, makaAl-Qur’an diturunkan melalui  3 cara, yaitu:
1.      Pemberitahuan tentang Tuhan dengan cara ilham tanpa perantara. Termasuk dalam bagian ini ialah mimpi yang tepat dan benar Nabi Ibrahim untuk menerima perintah menyembelih putranya Nabi Ismail. Sebagaimana yang diperintahkan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 102.
2.      Mendengar firman Allah di balik tabir, seperti yang diterima oleh Nabi Musa as ketika menerima pengangkatan kenabiannya. Peristiwa ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Thaahaa : 11-12. Demikian juga yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra Mi’raj yang menerima perintah shalat lima waktu dari Allah SWT.
3.      Penyampaian wahyu Tuhan dengan perantaraan malaikat Jibril as seperti yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini ada berbagai macam cara dan keadaan, diantaranya :
a.       Malaikat Jibril as memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya.
b.      Malaikat Jibril as menampakan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata tersebut.
c.       Malaikat Jibril as menampakan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana rupanya asli.
d.      Wahyu yang datang kepadnya seperti gemerincingnya lonceng.

e.       Sebab-Sebab Turunnya Al-Qur’an
Turunnya ayat Al-Qur’an itu ada dua macam, yaitu :
1.      Turunnya ayat didahului oleh suatu sebab.
Dalam hal ini ialah ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum. Seperti ayat 221 surat Al-Baqarah, tentang hukum perkawinan lain agama. Begitu juga dengan ayat 219 surat Al-Baqarah tentang larangan minuman khamer.
2.      Turunya ayat tanpa didahului sebab.
Dalam hal ini ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah-kisah. Sejarah atau ceritaumat terdahulu. Jumlah ayat yang turun tanpa didahului oleh sebab lebih banyak dari pada ayat yang turun didahului oleh sebab.


f.       Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada malam senin, tanggal 19 Ramadan bertetapan dengan 6 Agustus 610 M di Gua Hira, ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah surah Al-Alaq ayat 1-5.
لَمْ مَا الْإِنْسَانَ عَلَّمَ (۴) بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الَّذِي (۳) الْأَكْرَمُ وَرَبُّكَ اقْرَأْ (۲) عَلَقٍ مِنْ الْإِنْسَانَ خَلَقَ (۱) خَلَقَ الَّذِي رَبِّكَ بِاسْمِ اقْرَأْ
(۵)يَعْلَمْ
 Artinya: “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmu adalah Maha Pemurah. (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (alat tulis) (5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq : 1-5).
Ayat yang kedua turun ialah surat Al Muddatstsir ayat 1-5:
(0)فَاهْجُرْ وَالرُّجْزَ (٤)فَطَهِّرْ وَثِيَابَكَ (٣)فَكَبِّرْ وَرَبَّكَ (٢) فَأَنْذِرْ قُمْ (١)الْمُدَّثِّرُ أَيُّهَا يَا
“[1] Wahai orang yang berkemul (berselimut)[2], bangunlah, lalu berilah peringatan[3], dan agungkanlah Tuhanmu[4], dan bersihkanlah pakaianmu[5], dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji.” (QS. Al Muddatstsir: 1-5).
Setelah surah Al-Muddatsir ayat 1-5 tersebut, disusul oleh ayat 94 surah Al hijr:
الْمُشْرِكِينَ عَنِ وَأَعْرِضْ تُؤْمَرُ بِمَا  فَاصْدَعْ
 “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (QS. Al Hijr : 94)
Disusul ayat berikutnya, yakni surah asy syu’ara’ ayat 214:

Kemudian disusul oleh ayat-ayat yang lain sampai pada ayat yang terakhir yaitu surah Al Maidah ayat 3 :
دِينًا الْإِسْلَامَ لَكُمُ وَرَضِيتُ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَأَتْمَمْتُ دِينَكُمْ لَكُمْ أَكْمَلْتُ الْيَوْمَ
“ … Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….”. (QS Al Maidah : 3 )
Ayat yang terakhir tersebut diturunkan pada hari jum’at tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H atau bertepatan bulan Maret 632 M, pada saat itu Nabi SAW sedang bertawukuf di padang Arafah untuk menynaikan haji wada’ atau haji terakhir.
3.6   Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri atas 114 surah, yang tersusun dari surah Al-Fatihah sampai surah An-Naas sebagaimana telah tauqf i(ditetapkan Nabi atas petunjuk Allah). Jika dikaitkan dengan tempat turunnya Al-Qur’an, maka ayat-ayat Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu ayat makiyah dan ayat madaniyah. Kandungan Al-Qur’an pun menjadi duayaitu kandungan yang berkaitan dengan situasi makkah dan madinah. Tentu karna dua perbedaan tempat itu, isi pesannya pun memiliki karakteristik yang berbeda antara ayat makiyah dan ayat madanyah. Para pakar tafsir mengelompokan demikian. Akan tetapi, makiyah bukan berarti hanya surah yang turun di Makkah saja, tetapi dapat saja turun di madinah tetapi berkaitan dengan situasi kondisi Makkah. Oleh karena itu, bukan tempatnya yang menjadi tolak ukur, tetapi setting social dan perkembangan pemikiran manusianya. Tempatnya bisa berlaku dimana saja. Akan tetapi, mengingatkan situasi sosialnya yang menjadi sasaran, maka kandungan isinya Al-Qur’an sesuai dengan situasi tersebut. Kelengkapan kandungan Al-Qur’an diterangkan sendiri di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
شَيْءٍ مِنْ الْكِتَابِ فِي فَرَّطْنَا  مَا
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. (QS. Al-An’am,6:38).
Dalam ayat diatas diketahui bahwa didalam Al-Qur’an terkandung segala sesuatu yang menjadi pokok-pokok segala aspek kehidupan manusia. Maksud segala sesuatu yang dimaksud pada ayat di atas adalah bahwa al-Qur’an member pernsip-perinsip dasar bagi manusia dalam mengatur kehidupannya di dunia yang sejalan dengan arah yanf seharusnya di capai untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
Secara umum isi kandungan Al-Qur’an terdiriatas :
a)      Pokok-pokok keyakinan atau keimanan yang melahirkan teologi atau ilmu kalam
b)      Pokok-pokok aturan atau hukum yang melahirkan ilmu hukum, syariat atau ilmu fiqih
c)      Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah)
d)     Pokok-pokok aturan tingkah laku (akhlak)
e)      Petunjuk tentang tanda-tanda alam yang menunjukan adanya Tuhan
f)       Petunjuk mengenai hubungan golongan kaya dan miskin
g)      Sejarah para Nabi dan Umat terdahulu
Pada awal-awal turunnya, Al-Qur’an bersentuhan dengan aspek psikologis berupa kesadaran manusia. Kesadaran manusia terdalam bersifat religious. Pengenalan pertama dalam surah Al-Alaq [96]:1-5 menyadarkan kembali aktivitas manusia yang harus dikaitkan dengan menyebut asma Allah, karena manusia telah diciptakan oleh Allah. Ayat tersebut merupakan petunjuk pertama bagi manusia dalam menjalankan hidup di dunia ini. Nabi Muhammad SAW. Yang menerima petunjuk Allah Swt. Berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk menyampaikan kepada umat manusia secara umum. Walaupun konteks sejarah berhadapan dengan orang Arab yang sudah paham bahasa Al-Qur’an, tetapi hakikat misinya untuk seluruh manusia disegenap penjuru alam. Sejarah telah mencatat, keberhasilan yang dahsyat telah dicapai Nabi Muhammad Saw. Sebagai tonggak keberhasilan umat islam. Manusia keluar dari alam jahiliyah menuju alam terang benderang. Manusia selamat dari keterbelengguan adat istiadat nenek moyang mereka yang sesat. Hal ini terjadi sepanjang kesejarahan di Makkah.
          Pada periode selanjutnya, di madinah Al-Qur’an turun bersentuhan dengan aspek sosiologis. Tata pemerintahan yang islami mulai mendapat petunjuk yang jelas dari Al-Qur’an. Prinsip musyawarah mendapat penekanan pentingdalam merumuskan kebijakan-kebijakan penting dalam tata pemerintahan. Al-Qur’an member petunjuk agar setiap urusan social dimusyawarahkan. Prinsip musyawarah dalam Al-Qur’an berbeda dengan demokrasi baik di Barat maupun di Indonesia sendiri. Dalam musyawarah tidak diputuskan berdasarkan suara terbanyak untuk mufakat, tetapi berdasarkan manfaat bagi semua pihak. Disini jelas sekali asas keadilan akan terlaksan adengan sendirinya. Keadilan menurut petunjuk Al-Qur’an bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk dirasakan semua pihak. Dengan denikian, secara sosiologis, madinah menjadi kota yang berperadaban tinggi karena terbangun kedewasaan manusia yang saling berinteraksi.
            Ayat-ayat makiyah terdiri atas ¾ dari isi Al-Qur’an pada umunya mengandung keimanan, perbuatan baik-buruk, pahala dan dosa, kisah-kisah para Rasul, cerita umat terdahulu dan perumpamaan-perumpamaan, adapun ayat-ayat madaniyah umumnya berbicara soal hidup kemasyarakatan, hukum-hukum perkawinan,waris, perjanjian dan perang.
            Seleruh isi Al-Qur’an jika di kategorikan dalam sudut pandang kerangka dasar islam, terbagi menjadi: (1) aspek akidah, (2) aspek syariah, (3) aspek akhlak. Aspek akidah melahirkan ilmu-ilmu tauhid (teologi), aspek syariah melahirkan ilmu hukum, dan aspek akhlak melahirkan ilmu akhlak (etika). Ilmu hukum terbagi menjadi dua yaitu, hukum ibadah dan hukum muamalah. Hukum muamalah melahirkan ilmu-ilmu yang luas termasuk hukum alam dan hukum sosial, dan hukum teknologi dengan segala ilmu murninya. Untuk menggali semua kandungan Al-Qur’an tersebut, seorang muslim amat mutlak merunjuk pada Al-Qur’an dan al-sunnah sudah tidak dapat di ubah-ubah lagi, tetapi penafsirnyadapat di teruskan sampai tak terhingga yaitu dengan ijtihad mengerahkan segenap kemampuan akal dan hati manusia. Hasil-hasil ijtihad dapat menjadi rujukan generasi selanjutnya dalam berijtihad yang baru. Demikian seterusnya, termasuk dalam berijtihad untuk melahirkan sains dan teknologi.
            Abdul Wahhab Khallaf, secar aterinci membagi ayat Al-Qur’an menjadi :
1.      500 ayat tentang hukum;
2.      140 ayat tentang ibadah;
3.      228 ayat tentang kemasyarakatan.
Bidang kemasyarakatan di bagi menjadi :
a.       70 ayat tentang keluarga, perkawinan, pencarian hak waris;
b.      70 ayat tentang perdagangan, jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak;
c.       30 ayat tentang pidana;
d.      25 ayat tentang hubungan orang islam dengan orang non-islam;
e.       13 ayat tentang pengadilan;
f.       10 ayat tentang hubungan orang kaya dan orang miskin;
g.      10 ayat tentang kenegaraan;
Menurut Al-Qur’an sendiri, bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada yang terlupakan (QS Al-An’nam [6]: 38). Jika tidak ada yang luput dari Al-Qur’an, berarti Al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu (QS Al-Nahl [16]: 89). Dari watak Al-Qur’an demikian, dapat melahirkan ilmu-ilmu seperti pendidikan, hokum, sosial, politik, ekonomi, pertanian, kedokteran, dan teknologi.
3.7   Otoritas Al-Qur’an sebagai Wahyu
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur;an yang berisi informasi tentang alam semesta yang dapat dijadikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, bukan karya manusia, beberapa di antaranya adalah :
·         Tentang awal kejadian langit dan bumi.  Di dalam QS. 21 : 30 Allah menegaskan : “Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit dan bumi dahulunya adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan Kami jadikan semua makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.
·         Tentang pergerakan gunung dam lempengan bumi. QS  :”Dan kamu melihat gunung, kamu menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak sebagaimana geraknya awan”.
·         “Nabi Yusuf berkata : Ya ayahku ada sebelas planet yang bersujud kepadaku”. Allah sebagai pencipta alam ini menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa planet itu ada sebelas. Padahal para ahli astronomi berpendapat hanya ada sembilan planet. Siapa yang benar ? Allah sebagai penciptanya atau manusia yang hanya mencari dan menemukannya. Pasti Allah yang benar.  Baru pada tahun-tahun terakhir ini para ahli astronomi menemukan bahwa planet itu ada sebelas.
Mana mungkin Al-qur’an mampu memberi informasi tentang alam yang menjadi ilmu pengetahuan modern,  seandainya Al-Qur’an bukan karya Allah. Ayat-ayat di atas membuktikan bahwa dilihat dari perspektif sains, Al-Qur’an pasti karya Allah, firman Tuhan bukan karya Nabi  Muhammad SAW.
Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah SWT yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi, bukan dongengan orang terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW. yang dibacakan setiap pagi dan petang (QS. Al-Furqan [25]: 5-6). Dalam ayat lain, sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan oleh Allah Tuhan semesta alam yang dibawa turun oleh malaikat Jibril ke dalam hati Nabi Muhammad SAW. Dengan bahasa arab yang jelas (QS. Asy-Syu’ara [26]: 192-195).
Menurut pendapat yang paling kuat bahwa Al-Qur’an itu dua kali diturunkan. Pertama, diturunkan secara langsung dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izah di langit dunia. Peristiwa turunya terjadi pada malam Al-Qadr (QS. Al-Qadr [97]: 1-5). di bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2]: 185). Kedua, diturunkan dari langit dunia kebumi, yakni kepada Nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 22 hari (23 tahun). Ayat yang pertama kali turun adalah surah Al-‘Alaq [96]: 1-5 dan ayat yang terakhir turun menurut jumhur ulama adalah surah Al-Maidah [5]: 3 yang berbunyi:
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu cirinya bahwa keontetikan (keaslian) Al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT. dan dipelihara oleh Allah pula (QS. Al-Hijr [15]: 9). Kaum muslimin tidak meragukan bahwa apa yang dibaca dan didengar tentang bacaan Al-Qur’an tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW. dan didengar oleh para sahabat. Tetapi,bagaimana bukti keontetikan Al-Qur’an dapat diterima oleh  orang non-muslim? M. Quraish Shihab mengutip pendapat Abdul Halim Mahmud (alm) bahwa: para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Qur’an tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikanya. Sejarah turunya Al-Qur’an sangat jelas dan terbuka saampai sekarang. Al-Qur’an dihafal dan dibaca oleh kaum muslimin sejak dahulu hingga sekarang. Secara terbuka tanpa ada keraguan, Al-Qur’an sendiri yang menentang siapa yang akan mampu mematahkan AL-Qur’an walaupun satu ayat atau yang semisal. Firman Allah SWT: “Dan sekiranya Al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah tentulahmereka mendapatkan pertentanganyang banyak didalamnya. “  (QS. An-Nisa [4]: 82).
Sumber Al-Qur’an adalah Allah Ta’ala. Pandangan ini sangat kuat jika dikaitkan dengan posisi Nabi sebagai penerima Al-Qur’an yang diangkat dari golongan manusia sendiri. Umumnya, manusia merasa bangga dan ingin mengklaim suatu karya sebagai miliknya, terutama jika karya tersebut mutunya tinggi. Tetapi Nabi tidak melakukan demikian, padahal secara manusiawi Nabi bisa saja mengklaim bahwa Al-Qur’an sebagai karya dirinya sehingga diakui kepandaiannya oleh orang Arab Quraisy saat itu. Pada masa itu perlombaan karya sastra adalah bagian dari kehidupan masyarakat Quraisy untuk memilih karya-karya terbaik. Tetapi ditengah ketakjuban daya saing Al-Qur’an yang tak terkalahkan, Al-Qur’an tetap dikatakan sumbernya dari Allah, bukan karya Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an memiliki gaya kesusastraan yang paling tinggi dan dapat mengalahkan telak sastrawan pada zamanya.
Dalam isinya Al-Qur’an menjangkau segala persoalan manusia, baik persoalan ibadah maupun muamalah dalam arti yang seluas-luasnya. Al-Qur’an melampaui pikiran manusia siapa pun dan di mana pun. Tidak ada manusia yang mampu menjangkau gagasan sampai mengcover masa lampau dan masa yang akan datang, bahkan persoalan akhirat sudah dapat diketahui oleh Nabi Muhammad dan umat muslim melalui Al-Qur’an. Walaupun Al-Qur’an tidak turun sekaligus ke alam dunia, tetapi dalam waktu sekitar 23 tahun, namun isinya konsisten tidak bertentangan dan mampu membangkitkan kesadaran terdalam manusia.
M. Quraish Shihab mengutip Mustafa Mahmud dari Rasyad Khalifah, bukti-bukti keotentikan Al-Qur’an dari segi huruf-huruf hijaiyah dalam suatu surah yang habis dibagi angka 19. Misalnya, huruf qaf dalam surat Qaaf [50] terulang sebanyak 57 kali yang berarti 3x19. Huruf nun dalam surah Al-Qalam ditemukan 133 yang berarti 7x19. Huruf ya dan sin dalam surah Yaasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 yang berarti 15x19. Huruf tha dan ha dalam surah Thaha masing-masing ditemukan sebanyak 342 yang berarti 18x19, dan seterusnya. Penelitian ini terfokus pada huruf awwal (fawatih al-suwwar) yang menjadi pembuka suatu surah yang terdapat dalam masing-masing surah di dalamnya. Hal ini merupakan konsistensi Al-Qur’an yang sudah ditemukan, dan tentu masih banyak lagi konsistensi dari sisi lainnya yang belum ditemukan manusia lainnya.
Dengan demikian, Al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW. Gambaran paling jelas, bukti kebenaran Al-Qur’an berkaitan dengan tantangan-tantangan secara bertahap kepada manusia kafir yang meragukan Al-Qur’an. Tantangan tersebut, lahir karena sangat yakin bahwa Al-Qur’an adalah informasi yang bersumber dari Allah Ta’ala. Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Qur’an yang dapat menjadi bukti bahwa seluruh petunjuk yang disampaikan adalah bersumber dari Allah Ta’ala, yaitu:
1.      Aspek keindahan bahasa dan ketelitian redaksinya
2.      Pemberitaan-pemberitaan ghaibnya
3.      Isyarat-isyarat ilmiahnya.
Ketiga aspek di atas, manusia tidak ada yang mampu baik diukur pada zaman awal turunya Al-Qur’an maupun sampai saat ini pun. Karya siapa yang menyentuh kesadaran manusia terdalam, abadi, dan menjangkau semua lapisan manusia. Itulah keistimewaan Al-Qur’an yang sekaligus kebenaran di dalamnya baik sumber maupun isinya.










BAB IV
KESIMPULAN


Previous Post
Next Post

Seorang lulusan sarjana pendidikan yang sekarang menjadi pengajar di salah satu satuan pendidikan dan seorang guru les di salah satu instansi. Serta sekarang mulai mejadi blogger.

0 Comments: